Pada akhir masa penambangan, tambang batubara terbuka seringkali meninggalkan bukaan
(void) yang pada akhirnya akan terisi air dan membentuk Danau Pasca Tambang (pit lake).
Kualitas air yang terbentuk akan sangat dipengaruhi oleh kualitas air lindian tiap litologi batuan
dinding pit. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode prediksi kualitas air danau pasca
tambang untuk keperluan pengelolaan danau pasca tambang sesuai kriteria keberhasilan yang
direncanakan. Dengan prediksi yang baik, harapannya langkah-langkah mitigasi dapat dilakukan
sejak dini sehingga kualitas air danau pasca tambang sesuai kriteria keberhasilan untuk
menunjang peruntukan lahan berikutnya dapat dicapai.
Empat sampel batuan yang digunakan dalam penelitian diambil dari pit X pada salah satu
perusahaan pertambangan batubara yang berada di wilayah Kalimantan Timur, 2 batuan
diantaranya termasuk kategori Potentially Acid Forming (PAF) dan 2 batuan lainnya termasuk
kategori Non Acid Forming (NAF). Empat sampel tersebut mewakili jumlah lapisan yang ada
pada void. Penelitian ini dilakukan dengan memodelkan pencampuran kedalam dua skenario,
yaitu skenario pengisian dengan air hujan (Skenario A) dan skenario pengisian dengan air hujan
dan Sungai (Skenario B). Untuk mengetahui tren perubahan kualitas, maka masing-masing
skenario akan dibagi kedalam 4 stages. Model skenario yang telah dirancang tersebut akan
dijadikan acuan simulasi pencampuran. Kualitas air lindian dari uji kinetik masing-masing
sampel diinput sebagai solution pada perangkat lunak PHREEQC dengan fraksi pencampuran
volume. Basis perhitungan proporsi volume pencampuran yaitu berdasarkan durasi pengisian
dari data sekunder.
Hasil prediksi kualitas air pit lake menunjukan karakter sifat kimia fisik air pada akhir skenario
B lebih baik daripada skenario A, dimana pada akhir skenario B nilai pH adalah 6,07 sedangkan
skenario A adalah 3,09. Nilai Fe dan Mn terlarut pada Skenario A adalah 11,79 mg/L dan 1,31
mg/L dan pada skenario B Nilai Fe dan Mn adalah 0,94 mg/L dan 0,14 mg/L. Kandungan logam
terlarut pada skenario A memiliki kecenderungan meningkat dibandingkan dengan skenario B
yang lebih terkontrol rendah. Perbedaan yang terjadi ini dikarenakan proporsi volume air sungai
yang besar dengan kualitas baik pada skenario B mempengaruhi dan mendominasi reaksi
netralisasi, sehingga mampu memperbaiki kualitas air yang lebih terkontrol. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengisian void tambang menggunakan air sungai dapat mempercepat proses
perbaikan air dan menghasilkan kualitas air yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
air hujan saja.