Sumber daya laut menjadi salah satu penopang dalam perekonomian Nusa
Tenggara Timur (NTT) utamanya bagi masyarakat yang tinggal di pesisir. Selain
kegiatan perikanan, menjadi salah satu destinasi wisata super premium dan
eksklusif membuat sektor pariwisata masyarakat Labuan Bajo menjadi salah satu
sumber mata pencaharian. Akan tetapi masih sering terjadi kecelakaan kapal wisata
yang disebabkan cuaca buruk, salah satunya adalah yang disebabkan oleh arus laut.
Sehingga diperlukan kajian lebih lanjut terkait karakteristik arus laut di Selat Sape.
Tahap awal dilakukan dengan memanfaat data High Frequency (HF) radar yang
terpasang di wilayah Selat Sape dengan menggunakan metode Empirical Mode
Decomposition (EMD) dan filter sehingga diperoleh komponen yang memengaruhi
arus. Berdasarkan hasil pada bulan Januari yang mewakili periode Desember,
Januari, dan Februari (DJF), Maret yang mewakili periode Maret, April, dan Mei
(MAM), serta Juli yang mewakili periode Juni, Juli, dan Agustus (JJA) diketahui
bahwa komponen utama yang memengaruhi arus di Selat Sape adalah komponen
pasang surut, terutama komponen semi diurnal. Selain itu berdasarkan data
temporal di satu titik terpilih diketahui arah pergerakan arus di Selat Sape mengikuti
arah pergerakan pasang (ke utara) dan surut (ke selatan).
Selain itu juga dilakukan pemodelan arus laut di wilayah Selat Sape dengan
menggunakan model Delft3D. Hal ini dilakukan untuk dapat menganalisis
karakteristik arus di wilayah Selat Sape yang tidak dapat dijangkau dan diperoleh
dari data HF radar. Data masukan dalam pemodelan penelitian ini adalah angin,
tekanan udara, serta pasang surut untuk disimulasikan menjadi dua skenario
(pasang surut serta penambahan angin) pada periode November 2018 hingga
Oktober 2019. Data pasang surut diperoleh dari data TPXO dan data batimetri yang
digunakan adalah data yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)
dengan resolusi spasial 180 Ă— 180 meter. Data angin dan tekanan udara diperoleh
dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) ERA5
dengan resolusi spasial 0,25? Ă— 0,25? dan resolusi temporal 1 jam. Perbandingan
kecepatan arus hasil simulasi model menunjukkan pola spasial dan temporal pada
titik pengamatan menunjukkan kesesuaian antara simulasi model dengan HF radar
dengan Root Mean Square Error (RMSE) 0,49 m/s. Analisis arus dilakukan pada
saat pasang surut purnama yang menunjukkan pada periode DJF saat menuju pasang kecepatan arus pada skenario satu dan dua adalah 1,05 m/s dan 1,046 m/s
dengan tinggi muka air menuju pasang purnama di bagian selatan setinggi 1,26
meter dan di utara 0,58 m. Sedangkan kecepatan arus menuju surut diketahui lebih
kuat yaitu 2,3 m/s dan 2,32 m/s (skenario 1 dan 2) dengan tinggi muka air
maksimum saat surut adalah 0,45 meter lebih rendah dari Mean Sea Level (MSL)
dan nilai minimum tinggi muka air adalah berkurang 1,6 meter dari MSL. Pada
periode MAM kecepatan arus menuju surut pada skenario satu dan dua lebih tinggi
dari pada kecepatan arus menuju pasang. Nilai maksimum kecepatan arus menuju
pasang hanya mencapai 2,07 m/s dan 2,1 m/s pada saat menuju pasang, sedangkan
kecepatan arus saat menuju surut pada skenario satu mencapai 2,43 m/s. Hal yang
sama juga terjadi dengan periode JJA, dimana kecepatan arus menuju pasang lebih
rendah bila dibandingkan dengan kecepatan arus menuju surut. Kecepatan arus
menuju pasang bernilai 1,19 m/s dan 1,2 m/s pada masing–masing skenario dan
kecepatan arus menuju surut bernilai 2,03 dan 2,02 m/s pada tiap skenario. Pada
Periode SON kecepatan arus menuju surut juga tetap lebih kuat bila dibandingkan
dengan kecepatan arus saat menuju pasang, yaitu 1,38 m/s dan 1,4 m/s saat menuju
pasang, serta 2,04 m/s dan 2,02 m/s saat menuju surut.