2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-COVER.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-BAB1.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-BAB2.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-BAB3.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-BAB4.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-BAB5.pdf
2007 TA PP M ALI ICHWANI 1-PUSTAKA.pdf
Abstrak:
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perbatasan antarnegara ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional yang penyelenggaraan penataan ruangnya merupakan wewenang dari pemerintah pusat. Namun dengan paradigma prosperity approach dan adanya otonomi daerah, maka peran dari pemerintah daerah akan semakin diharapkan. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya konflik kewenangan dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan perbatasan antarnegara. Oleh karena itu, studi ini mencoba untuk merumuskan bentuk kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang kawasan perbatasan antarnegara (Studi Kasus: Kawasan Perbatasan Antarnegara Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur - Sabah dan Sarawak, Malaysia). Analisis yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi alternatif bentuk kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang kawasan perbatasan. Kemudian dilakukan kajian persepsi terhadap peran pemerintah pusat dan daerah yang diharapkan dalam penyelenggaraan penataan ruang kawasan perbatasan dan preferensi terhadap alternatif yang telah disusun.
Dari tinjauan literatur diperoleh 6 alternatif bentuk kelembagaaan penyelenggara penataan ruang kawasan perbatasan antarnegara yang dapat dirumuskan. Kemudian berdasarkan persepsi stakeholder, didapatkan temuan studi bahwa perubahan paradigma pengelolaan kawasan perbataan menimbulkan masalah bagi penyelenggaraan penataan ruang. Sedangkan dari kajian terhadap preferensi stakeholder, diperoleh 4 kelompok yang memberikan preferensi terhadap alternatif yang diajukan. Kelompok pertama adalah kelompok yang menganggap alternatif keenam (penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten) merupakan bentuk yang paling ideal. Kelompok kedua dan ketiga adalah kelompok yang menganggap alternatif kelima (penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten) dan ketiga (penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah kabupaten saja) merupakan bentuk yang paling ideal. Sedangkan kelompok keempat adalah kelompok yang mengajukan sebuah alternatif baru sebagai alternatif ketujuh yaitu penyelenggaran penataan ruang dilakukan oleh pemerintah pusat dan kabupaten. Dari persepsi dan keempat preferensi tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap jenjang pemerintahan di kawasan perbatasan memiliki peran dan fungsi masing-masing yang cukup penting. Bentuk kelembagaan yang ideal adalah yang merupakan kerjasama pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, namun agar penyelenggaraan penataan ruang berjalan efektif maka kewenangan pemerintah kabupaten diperluas dengan berperan sebagai daerah otonom atau bukan penerima tugas pembantuan (alternatif kedelapan). Sedangkan pemerintah pusat melakukan penyelenggaraan penataan ruang pada sektor yang bersifat strategis nasional dan pemerintah provinsi berperan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang melakukan koordinasi penyelenggaraan penataan ruang di daerah.