digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mukhamad Adib Azka
PUBLIC Open In Flip Book Rita Nurainni, S.I.Pus

Mesoscale Convective Systems (MCSs) merupakan sekumpulan awan konvektif dan statiform yang bergabung ke dalam sistem badai kompleks dan memproduksi sirkulasi skala meso. MCSs memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi dan sirkulasi global melalui distrbusi air dan energi di atmosfer. Selain itu, MCSs seringkali menghasilkan cuaca ekstrem seperti badai petir, angin kencang, turbulensi, hujan lebat, hingga banjir. Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan salah satu wilayah yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan MCSs. Variabel penting dari MCSs yang memiliki dampak positif dan negatif yaitu presipitasi. Presipitasi MCS dan non-MCS memiliki karakteristik yang berbeda akibat perbedaan ukuran dan durasi awan yang dihasilkan. Salah satu dampak perbedaan presipitasi di wilayah BMI yaitu pola curah hujan yang berbeda secara musiman. Belum diketahui secara pasti dampak perbedaan presipitasi MCS dan non-MCS terhadap pola curah hujan tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui variasi diurnal dan musiman presipitasi MCS dan non-MCS serta mengetahui dampaknya terhadap pola curah hujan di BMI. Identifikasi dan pelacakan MCSs menggunakan algoritma flexible object tracker (FLEXTRKR). Secara diurnal, presipitasi MCS dominan terjadi pada pukul 00.00–06.00 WIB, sedangkan, presipisasi non-MCS dominan terjadi pada pukul 12.00–18.00 WIB. Presipitasi MCS 2 kali lebih tinggi dibandingkan presipitasi non-MCS, bahkan lebih pada musim Desember hingga Februari (DJF). Wilayah Samudra Hindia Selatan Sumatra dan Samudra Pasifik Bagian Barat terdampak presipitasi MCS di semua musim. Kontribusi presipitasi MCS mencapai 80% hampir di seluruh wilayah BMI, dengan kontribusi terbesar dari tipe meso-? circular convective system (M?CCS) sekitar 50%. Sementara itu, intensitas hujan lebat paling dominan dihasilkan oleh tipe mesoscale convective complex (MCC). Presipitasi non-MCS dominan terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian Papua. Semakin kecil ukuran MCS, maka distribusi kejadian dan intensitas hujan lebat yang dihasilkan semakin dominan di daratan. Presipitasi MCS memiliki kontribusi yang sangat dominan dalam mempengaruhi pola curah hujan di wilayah monsunal dan ekuatorial. Sedangkan, presipitasi non-MCS memiliki kontribusi yang dominan di wilayah dengan pola curah hujan lokal.