Mesoscale Convective Systems (MCSs) merupakan sekumpulan awan konvektif
dan statiform yang bergabung ke dalam sistem badai kompleks dan memproduksi
sirkulasi skala meso. MCSs memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi dan
sirkulasi global melalui distrbusi air dan energi di atmosfer. Selain itu, MCSs
seringkali menghasilkan cuaca ekstrem seperti badai petir, angin kencang,
turbulensi, hujan lebat, hingga banjir. Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan
salah satu wilayah yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan MCSs. Variabel
penting dari MCSs yang memiliki dampak positif dan negatif yaitu presipitasi.
Presipitasi MCS dan non-MCS memiliki karakteristik yang berbeda akibat
perbedaan ukuran dan durasi awan yang dihasilkan. Salah satu dampak perbedaan
presipitasi di wilayah BMI yaitu pola curah hujan yang berbeda secara musiman.
Belum diketahui secara pasti dampak perbedaan presipitasi MCS dan non-MCS
terhadap pola curah hujan tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui variasi
diurnal dan musiman presipitasi MCS dan non-MCS serta mengetahui dampaknya
terhadap pola curah hujan di BMI. Identifikasi dan pelacakan MCSs menggunakan
algoritma flexible object tracker (FLEXTRKR). Secara diurnal, presipitasi MCS
dominan terjadi pada pukul 00.00–06.00 WIB, sedangkan, presipisasi non-MCS
dominan terjadi pada pukul 12.00–18.00 WIB. Presipitasi MCS 2 kali lebih tinggi
dibandingkan presipitasi non-MCS, bahkan lebih pada musim Desember hingga
Februari (DJF). Wilayah Samudra Hindia Selatan Sumatra dan Samudra Pasifik
Bagian Barat terdampak presipitasi MCS di semua musim. Kontribusi presipitasi
MCS mencapai 80% hampir di seluruh wilayah BMI, dengan kontribusi terbesar
dari tipe meso-? circular convective system (M?CCS) sekitar 50%. Sementara itu,
intensitas hujan lebat paling dominan dihasilkan oleh tipe mesoscale convective
complex (MCC). Presipitasi non-MCS dominan terjadi di wilayah Nusa Tenggara,
Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian Papua. Semakin kecil ukuran MCS,
maka distribusi kejadian dan intensitas hujan lebat yang dihasilkan semakin
dominan di daratan. Presipitasi MCS memiliki kontribusi yang sangat dominan
dalam mempengaruhi pola curah hujan di wilayah monsunal dan ekuatorial.
Sedangkan, presipitasi non-MCS memiliki kontribusi yang dominan di wilayah
dengan pola curah hujan lokal.