digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Selenium merupakan salah satu mikronutrien esensial yang diperlukan dalam pemenuhan nutrisi hewan ternak, salah satunya unggas. Di tingkat sel, selenium bekerja sebagai antioksidan dan regulator siklus sel dalam bentuk selenoprotein. Secara alami, selenium dapat ditemukan dalam bentuk inorganik dan organik. Selenium organik diketahui bersifat lebih aman digunakan untuk memenuhi kebutuhan selenium dibandingkan selenium inorganik. Produksi selenium organik umumnya menggunakan ragi, namun menghadapi kendala biaya produksi yang tinggi untuk produksi dalam jumlah besar. Metode alternatif yang dapat menjadi solusi untuk menekan biaya produksi selenium-organik adalah dengan memanfaatkan serangga, salah satunya larva black soldier fly (BSF, Hermetia illucens) yang memiliki kemampuan mengakumulasi nutrisi yang tersedia pada substrat pakannya. Namun, kapasitas dan respon larva BSF terhadap selenium inorganik serta metabolisme selenium oleh larva BSF masih belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi larva BSF sebagai media produksi selenium organik berdasarkan parameter pertumbuhan, konsentrasi selenium yang terakumulasi pada larva, dan ekspresi gen SEPHS2 yang berperan dalam biosintesis selenoprotein. Untuk menjawab tujuan tersebut, maka dilakukan 1) percobaan penentuan konsentrasi selenium dengan metode spektrofotometri UVVis; 2) percobaan variasi umur larva BSF ketika pertama kali diberikan selenium inorganik terhadap pertumbuhan larva BSF dan akumulasi selenium inorganik pada larva BSF, dengan variasi umur larva BSF 0, 4, 8, dan 12 hari diberikan natrium selenit (Na2SeO3) 10 mg/kg pakan, serta kontrol, yaitu perlakuan tanpa pemberian natrium selenit dari awal hingga akhir pemeliharaan selama 16 hari; 3) percobaan variasi konsentrasi selenium-inorganik yang diberikan pada substrat pakan larva BSF terhadap pertumbuhan larva BSF, dengan variasi konsentrasi natrium selenit pada pakan sebesar 0, 100, 500, dan 1000 mg/kg; dan 4) analisis ekspresi gen SEPHS2 dengan metode RT-qPCR. Pakan ayam pedaging digunakan sebagai substrat pakan larva BSF. Kurva standar yang digunakan untuk penentuan konsentrasi selenium inorganik pada sampel berhasil diperoleh dengan prinsip oksidasi iodida yang dilakukan oleh selenit. Pada penelitian ini, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada performa pertumbuhan larva BSF dan akumulasi selenium inorganik larva BSF dalam percobaan variasi umur larva BSF ketika pertama kali diberikan natrium selenit. Berdasarkan perolehan massa larva, laju pertumbuhan larva BSF ketika diberikan natrium selenit 10 mg/kg pada perlakuan kontrol, 0, 4, 8, dan 12 hari adalah 0,129; 0,093; 0,037; 0,156; dan 0,128 mg/hari, secara berurutan (p<0,05). Kemudian konsentrasi selenium inorganik pada larva BSF ketika diberikan natrium selenit 10 mg/kg pada perlakuan kontrol, 0, 4, 8, dan 12 hari adalah 14.684,05; 41.521,11; 52.352,33; 37.516,06; dan 42.043,92 mg/kg secara berurutan (p<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian selenium inorganik pada larva BSF dapat dilakukan di awal maupun akhir pemeliharaan. Pada percobaan variasi konsentrasi selenium inorganik yang diberikan pada larva BSF, laju pertumbuhan larva BSF paling tinggi secara signifikan (p<0,05) ketika diberikan natrium selenit 1000 mg/kg, yaitu sebesar 0,467 mg/hari. Ekspresi gen SEPHS2 pada seluruh jaringan larva BSF tidak dipengaruhi dari konsentrasi selenium inorganik yang ditambahkan pada pakan. Ketika larva BSF diberikan selenium inorganik, ekspresi gen SEPHS2 mengalami penurunan sebesar 57,6%; 68,1%; dan 60,5% pada larva BSF yang diberikan selenium inorganik pada pakan dengan konsentrasi 100, 500, dan 1000 mg/kg, secara berurutan. Hasil ini mengindikasikan SEPHS2 sebagai housekeeping gene selenoprotein pada larva BSF.