Selenium merupakan salah satu mikronutrien esensial yang diperlukan dalam
pemenuhan nutrisi hewan ternak, salah satunya unggas. Di tingkat sel, selenium
bekerja sebagai antioksidan dan regulator siklus sel dalam bentuk selenoprotein.
Secara alami, selenium dapat ditemukan dalam bentuk inorganik dan organik.
Selenium organik diketahui bersifat lebih aman digunakan untuk memenuhi
kebutuhan selenium dibandingkan selenium inorganik. Produksi selenium organik
umumnya menggunakan ragi, namun menghadapi kendala biaya produksi yang
tinggi untuk produksi dalam jumlah besar. Metode alternatif yang dapat menjadi
solusi untuk menekan biaya produksi selenium-organik adalah dengan
memanfaatkan serangga, salah satunya larva black soldier fly (BSF, Hermetia
illucens) yang memiliki kemampuan mengakumulasi nutrisi yang tersedia pada
substrat pakannya. Namun, kapasitas dan respon larva BSF terhadap selenium
inorganik serta metabolisme selenium oleh larva BSF masih belum diketahui. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi larva BSF sebagai
media produksi selenium organik berdasarkan parameter pertumbuhan, konsentrasi
selenium yang terakumulasi pada larva, dan ekspresi gen SEPHS2 yang berperan
dalam biosintesis selenoprotein. Untuk menjawab tujuan tersebut, maka dilakukan
1) percobaan penentuan konsentrasi selenium dengan metode spektrofotometri UVVis;
2) percobaan variasi umur larva BSF ketika pertama kali diberikan selenium
inorganik terhadap pertumbuhan larva BSF dan akumulasi selenium inorganik pada
larva BSF, dengan variasi umur larva BSF 0, 4, 8, dan 12 hari diberikan natrium
selenit (Na2SeO3) 10 mg/kg pakan, serta kontrol, yaitu perlakuan tanpa pemberian
natrium selenit dari awal hingga akhir pemeliharaan selama 16 hari; 3) percobaan
variasi konsentrasi selenium-inorganik yang diberikan pada substrat pakan larva
BSF terhadap pertumbuhan larva BSF, dengan variasi konsentrasi natrium selenit
pada pakan sebesar 0, 100, 500, dan 1000 mg/kg; dan 4) analisis ekspresi gen
SEPHS2 dengan metode RT-qPCR. Pakan ayam pedaging digunakan sebagai
substrat pakan larva BSF. Kurva standar yang digunakan untuk penentuan
konsentrasi selenium inorganik pada sampel berhasil diperoleh dengan prinsip
oksidasi iodida yang dilakukan oleh selenit. Pada penelitian ini, diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada performa pertumbuhan
larva BSF dan akumulasi selenium inorganik larva BSF dalam percobaan variasi
umur larva BSF ketika pertama kali diberikan natrium selenit. Berdasarkan
perolehan massa larva, laju pertumbuhan larva BSF ketika diberikan natrium selenit
10 mg/kg pada perlakuan kontrol, 0, 4, 8, dan 12 hari adalah 0,129; 0,093; 0,037;
0,156; dan 0,128 mg/hari, secara berurutan (p<0,05). Kemudian konsentrasi
selenium inorganik pada larva BSF ketika diberikan natrium selenit 10 mg/kg pada
perlakuan kontrol, 0, 4, 8, dan 12 hari adalah 14.684,05; 41.521,11; 52.352,33;
37.516,06; dan 42.043,92 mg/kg secara berurutan (p<0,05). Hal ini
mengindikasikan bahwa pemberian selenium inorganik pada larva BSF dapat
dilakukan di awal maupun akhir pemeliharaan. Pada percobaan variasi konsentrasi
selenium inorganik yang diberikan pada larva BSF, laju pertumbuhan larva BSF
paling tinggi secara signifikan (p<0,05) ketika diberikan natrium selenit 1000
mg/kg, yaitu sebesar 0,467 mg/hari. Ekspresi gen SEPHS2 pada seluruh jaringan
larva BSF tidak dipengaruhi dari konsentrasi selenium inorganik yang ditambahkan
pada pakan. Ketika larva BSF diberikan selenium inorganik, ekspresi gen SEPHS2
mengalami penurunan sebesar 57,6%; 68,1%; dan 60,5% pada larva BSF yang
diberikan selenium inorganik pada pakan dengan konsentrasi 100, 500, dan 1000
mg/kg, secara berurutan. Hasil ini mengindikasikan SEPHS2 sebagai housekeeping
gene selenoprotein pada larva BSF.