Diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam
mengolah glukosa, menyebabkan 1,5 juta kematian di seluruh dunia pada tahun
2019. Di Indonesia, prevalensi diabetes di kalangan orang dewasa mencapai 10,6%
pada tahun 2021. Karena belum adanya pengobatan yang dapat mengembalikan
diabetes pada kondisi normal, penderita dan orang yang beresiko perlu menjaga
gaya hidup dan memantau glukosa darah secara teratur. Hemoglobin terglikasi
(HbA1c) berfungsi sebagai indikator kadar glukosa darah rata-rata dan risiko
komplikasi diabetes. Secara tradisional, pengukuran HbA1c bersifat invasif, yang
menimbulkan tantangan dalam hal kenyamanan, biaya, dan aksesibilitas pasien
terutama di wilayah dengan infrastruktur klinis terbatas. Pengukuran HbA1c
noninvasif diusulkan untuk dapat mengatasi masalah ini.
Teknologi fotopletismografi (photoplethysmography disingkat PPG) telah berhasil
digunakan dalam pengukuran kadar oksigen darah dan bekerja secara noninvasif
berdasarkan karakteristik penyerapan cahaya oleh hemoglobin. Studi ini meneliti
tingkat kelayakan adaptasi teknik optik ini untuk pengukuran HbA1c yang juga
merupakan turunan dari hemoglobin, dengan memanfaatkan beberapa panjang
gelombang: 465, 525, 615, dan 880nm pada 37 subjek penelitian yang terdiri dari
13 orang kondisi normal, 10 orang prediabetes, dan 14 orang diabetes. Dari empat
panjang gelombang tersebut, kombinasi perhitungan dari gelombang cahaya biru-
merah dan hijau-merah memberikan korelasi tertinggi dengan nilai Pearson’s r
sebesar 0,921 dan 0,845. Kombinasi panjang gelombang tersebut memberikan
persentase data di wilayah A sebesar 94,6 dan 78,38 secara berurutan pada analisis
Clarke’s Error, dimana seluruh kombinasi memetakan data hanya pada wilayah A
dan B.