Indonesia merupakan negara terbesar kedua di Asia dengan tingkat konsumsi beras
mencapai 163 kg/kapita/tahun. Karawang dijuluki sebagai gudang beras dan lumbung
pangan nasional karena telah berkontribusi dalam memberikan kebutuhan beras
nasional dan menjadi salah satu daerah penghasil beras terbesar kedua di Jawa Barat.
Sungai Citarum Hilir dan Saluran Tarum Barat adalah sumber air utama untuk
keperluan irigasi persawahan. Namun, sumber irigasi tersebut telah tercemar oleh
logam berat dari berbagai jenis limbah industri yang ada di sekitar persawahan seperti
tekstil, pengolahan logam dan otomotif. Dalam menjaga mutu dan keamanan pangan
nasional oleh karena itu diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana kandungan logam berat pada air sawah, tanah dan beras, tingkat akumulasi
logam berat dalam beras serta estimasi risiko kesehatan akibat konsumsi beras yang
ditanam dengan menggunakan sumber air dari Sungai Citarum Hilir dan Saluran Tarum
Barat. Penelitian ini dilakukan pada persawahan di daerah Desa Puseurjaya dan Desa
Anggadita Kabupaten Karawang dengan jumlah 60 titik sampling. Pengukuran logam
berat dilakukan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) setelah
mengekstraksi sampel air, tanah dan beras. Akumulasi logam dalam beras dianalisis
dengan faktor bioakumulasi (BAF). Kuesioner digunakan untuk mengetahui pola
konsumsi beras dari petani penggarap yang mengkonsumsi langsung beras dari wilayah
studi dan dilakukan perhitungan risiko kesehatan dengan metode analisis risiko.
Keseluruhan data yang diperoleh seperti analisis statistik (desktriptif, korelasi pearson
dan multivariat, uji-t test tidak berpasangan) diolah dengan menggunakan software
SPSS. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi, rata-rata konsentrasi air sawah dan
tanah pada Sawah teririgasi Sungai Citarum (SCT) dan sawah teririgasi Saluran Tarum
Barat (STBT) masih berada dibawah baku mutu. Sedangkan konsentrasi logam Pb dan
Cr (SCT) di beras berada diatas baku mutu WHO/FAO. Urutan kandungan tertinggi
konsentrasi logam berat pada air sawah STBT yaitu Cr>Pb>Cu sedangkan di sawah
SCT konsentrasi antar logam cenderung sama. Berbeda halnya dengan konsentrasi logam di tanah, menunjukkan sawah SCT yaitu Cu>Cr>Pb tingkat level konsentrasi ini
sama dengan konsentrasi logam di beras dan sawah STBT Cr>Cu>Pb. Faktor
bioakumulasi (BAF) menunjukkan bahwa logam Cu pada sawah SCT dan STBT
memiliki nilai BAF>1 artinya bahwa beras dapat mengakumulasi dan menyerap logam
berat dari tanah sawah. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi P<0,05 bahwa ada
pengaruh konsentrasi Cu di air dan tanah sawah STBT terhadap logam dalam beras.
Nilai HI > 1 pada petani sawah SCT (1,809) dan STBT (1,201) artinya petani di kedua
wilayah tersebut memiliki risiko non karsinogenik, dengan tingkat kontribusi HQCu
sebesar 57,71%-63,78%. Nilai CR baik pada pendekatan deterministik maupun
probabilistik menunjukkan melebihi nilai yang dapat diterima yaitu dalam rentang 10-
4
-10-6
sehingga adanya risiko karsinogenik pada logam berat Cr pada petani di sawah
teririgasi Sungai Citarum dan Saluran Tarum Barat.