digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Dewi Supryati

Obat merupakan komponen esensial dalam pelayanan kesehatan yang tidak dapat digantikan, sehingga ketersediaannya menjadi aspek penting. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah utama, yaitu kelebihan stok yang menyebabkan obat kedaluwarsa, kekurangan stok yang mengurangi tingkat pelayanan, serta kendala dalam menentukan ukuran lot pemesanan yang optimal. Kendala tersebut mencakup pertimbangan kuantitas minimum pemesanan, kuantitas diskon, dan kapasitas transportasi yang belum diatasi. Penelitian ini bertujuan untuk meminimalkan total ongkos inventori dengan menangani masalah-masalah yang telah dijelaskan. Terdapat dua model acuan yang digunakan pada penelitian ini. Model acuan utama adalah model inventori obat-obatan yang mempertimbangkan umur simpan, joint replenishment, dan produk substitusi yang dikembangkan oleh Siregar (2020). Aspek yang belum teratasi dalam model Siregar (2020) dilengkapi oleh model Liu, dkk. (2023) sebagai model pendukung, yang mempertimbangkan kuantitas diskon, kuantitas minimum pemesanan, dan kapasitas transportasi. Model usulan dikembangkan karena hingga saat ini belum ada penelitian yang mampu menyelesaikan masalah dalam inventori obat secara komprehensif. Model usulan akan mengatasi masalah dalam sistem inventori yang mencakup umur simpan, joint replenishment, produk substitusi, serta mempertimbangkan kuantitas minimum pemesanan, kuantitas diskon, dan kapasitas transportasi. Objek pada model ini adalah dua jenis obat berbeda dalam kategori, fungsi, dan komposisi zat aktif yang serupa atau sama yang saling substitusi. Model usulan dirancang dengan dua skenario untuk menentukan peran obat, di mana Skenario 1 terjadi ketika Obat 1 menjadi obat utama dan Obat 2 menjadi obat pengganti, serta Skenario 2 terjadi ketika peran obat tersebut ditukar. Dalam setiap skenario terdapat dua kasus untuk menentukan keberadaan obat kedaluwarsa. Kasus 1 terjadi jika jumlah persediaan habis karena jumlah permintaan sehingga tidak ada obat kedaluwarsa, sedangkan Kasus 2 terjadi jika jumlah persediaan habis ii karena umur simpan sehingga terdapat obat kedaluwarsa. Jika, permasalahan inventori tergolong ke dalam Kasus 2, maka akan dilakukan dua perlakuan, perlakuan pertama mempertahankan solusi awal, sedangkan perlakuan kedua melibatkan perubahan solusi dengan penyesuaian. Kemudian, ongkos total dari kedua perlakuan tersebut dihitung dan dievaluasi untuk memilih total ongkos inventori yang paling kecil. Setiap kasus memiliki lima kondisi untuk menentukan harga beli berdasarkan pemotongan kuantitas diskon, yaitu Tanpa Diskon, Diskon 1 (5%), Diskon 2 (10%), Diskon 3 (15%), dan Diskon 4 (20%). Berdasarkan hasil perhitungan pada 30 kelompok obat, model usulan menunjukkan bahwa kebijakan inventori untuk 28 kelompok obat dapat diterapkan tanpa penyesuaian sementara 2 kelompok obat memerlukan penyesuaian. Dari jumlah tersebut, 7 kelompok dioptimalkan dengan Skenario 1 Kasus 1, 21 kelompok dioptimalkan dengan Skenario 2 Kasus 1, sementara 2 kelompok dioptimalkan dengan Skenario 1 dan Skenario 2 masing-masing kasus 2. Hal ini menunjukan bahwa Skenario 2 Kasus 1 memiliki kinerja yang lebih baik. Model usulan menghasilkan ekspektasi total ongkos inventori yang lebih rendah sebesar 53% dibandingkan kebijakan inventori saat ini. Kebijakan ini menghasilkan penghematan ongkos pembelian sebesar 45%, ongkos pemesanan sebesar 35%, penghematan ongkos penyimpanan sebesar 76%, penghematan ongkos kekurangan sebesar 98%, dan penghematan ongkos kedaluwarsa sebesar 100%. Penghematan ini dicapai karena model usulan mempertimbangkan kuantitas minimum pemesanan, kuantitas diskon yang berpengaruh pada ongkos beli, kapasitas transportasi, serta pertimbangan umur simpan obat, penerapan konsep substitusi dan joint replenishment, yang mampu memaksimalkan utilitas penggunaan setiap jenis obat dan waktu siklus yang optimal.