Last Glacial Maximum (LGM) merupakan periode bumi pada fase dingin dan
terjadi pembentukan masa es di darat dan di laut yang sangat masif pada lintang
tinggi. Selama LGM, kondisi iklim di lintang tinggi belahan bumi utara jauh lebih
dingin dibandingkan dengan kondisi saat ini. Suhu rata–rata global diperkirakan 3–
6 °C lebih rendah dari suhu modern. Bahkan di daerah tropis, rerata suhu diketahui
jauh lebih dingin, berkisar antara 2 dan 3,5 °C di bawah rerata suhu saat ini. Kondisi
tersebut dapat memengaruhi sirkulasi arus termohalin global dan juga Arus Lintas
Indonesia (Arlindo) yang merupakan bagian dari sirkulasi tersebut. Studi–studi
menunjukkan bahwa intensitas Arlindo dan struktur vertikal Arlindo bervariasi
secara signifikan dalam skala waktu glasial–interglasial. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa intensitas Arlindo melemah pada periode LGM, namun, hanya
sedikit yang diketahui tentang perubahan struktur vertikal dan intensitas Arlindo di
Selat Makassar pada periode tersebut. Penelitian ini menyajikan studi proksi
berbasis foraminifera planktonik di pintu masuk utama Arlindo yaitu di Selat
Makassar.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel sedimen laut dan data
sekunder hasil keluaran model Couple Climate System Model Version 4 (CCSM4).
Sebanyak 20 sampel sedimen pada kedalaman 255 – 295 cm dari sedimen laut
dengan kode TR1926B (0°13,664' LU/ 117°47,436' BT, kedalaman 616 m) hasil
pelayaran TRIUMPH 2019 digunakan sebagai bahan penelitian. Metode yang
digunakan dalam analisis sedimen laut TR1926B meliputi penanggalan umur
absolut menggunakan AMS14C, analisis Suhu Permukaan Laut (SPL) berdasarkan
geokimia Mg/Ca pada Globigerinoides ruber, analisis kelimpahan foraminifera
planktonik, serta analisis rasio Log (Zr/Rb). Data keluaran model CCSM4 yang
digunakan mencakup data suhu potensial dan kecepatan arus yang diambil pada
periode LGM dan Pra-Industri (PI). Data suhu potensial digunakan untuk
menentukan kedalaman Depth of Thermocline (DOT) serta menghitung gradien
suhu Selatan–Utara (S–N), sementara data kecepatan arus digunakan untuk
menghitung transpor volume Arlindo.
Analisis paleoseanografi dilakukan dengan mempelajari rentang periode
pendinginan LGM, SPL, perubahan DOT, serta intensitas Arlindo di lokasi
penelitian. Analisis DOT dilakukan berdasarkan rasio kelimpahan foraminifera
planktonik Thermocline Dwellers (TD) dibandingkan Mixed Layer Dwellers
(MLD) dan berdasarkan profil vertikal suhu potensial, sedangkan analisis intensitas
Arlindo didapatkan dari gradien suhu S – N, transpor volume, serta berdasarkan
proksi Log (Zr/Rb). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dinamika Arlindo dan
mekanisme yang memengaruhinya selama periode LGM.
Periode pendinginan selama LGM yang teridentifikasi di Selat Makassar,
khususnya pada lokasi penelitian sedimen laut TR1926B, terjadi antara ~22 hingga
18 ribu thl, dengan puncak pendinginan terjadi sekitar ~19,7 ribu thl. Rerata SPL
selama LGM, yang diperoleh melalui analisis geokimia Mg/Ca, adalah 25,72°C,
yaitu 3,33°C lebih rendah dibandingkan SPL modern yang mencapai 29,05°C.
Analisis kelimpahan foraminifera planktonik menunjukkan dominasi TD selama
LGM dibandingkan MLD. Berdasarkan rasio kelimpahan TD terhadap MLD,
pendangkalan DOT teridentifikasi pada interval 22,4 – 21,5 ribu thl dan 19,7 – 18
ribu thl di lokasi penelitian. Temuan ini dikonfirmasi oleh data suhu potensial yang
menunjukkan pendangkalan DOT sebesar 10 meter dibandingkan dengan kondisi
PI. Selanjutnya, intensitas Arlindo diketahui melemah selama LGM, yang
ditunjukkan oleh rendahnya gradien suhu S–N dan penurunan transpor Arlindo
sebesar -0,24 Sv dibandingkan pada saat PI. Analisis proksi Log (Zr/Rb)
menunjukkan bahwa intensitas Arlindo meningkat selama LGM, dengan nilai Log
(Zr/Rb) yang lebih tinggi dibandingkan kondisi modern. Namun, peningkatan nilai
Log (Zr/Rb) ini diduga lebih berkaitan dengan peningkatan limpasan sungai.
Limpasan sungai selama LGM menambah masukan air tawar ke Selat Makassar,
yang menyebabkan penurunan salinitas dan peningkatan daya apung, sehingga
mengurangi transpor di Selat Makassar