Siklon tropis (Tropical Cyclone, TC) dikenal luas sebagai sistem badai yang kuat
dan dampaknya dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada wilayah pesisir
yang terkena dampak serta sekitarnya. Selain itu, TC dapat berdampak besar pada
masyarakat, menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, rumah, dan mata
pencaharian. Indonesia rentan terhadap pembentukan TC karena lokasinya yang
berada di antara Samudra Pasifik barat dan Samudra Hindia. Selain itu, Indonesia
dipengaruhi oleh El Niño-Southern Oscillation (ENSO), yang dapat mengubah
parameter atmosfer dan lautan, sehingga mempengaruhi karakteristik TC.
Berdasarkan kejadian dan pergerakan TC, Indonesia dapat dibagi menjadi 4
wilayah. Wilayah pertama mencakup Teluk Benggala, wilayah kedua mencakup
Samudra Pasifik Barat Laut, wilayah ketiga adalah Samudra Hindia Timur Laut,
dan wilayah keempat adalah Perairan Australia Utara. Penelitian ini menganalisis
TC di perairan Indonesia dengan menggunakan data dari International Best Track
Archive for Climate Stewardship (IBTRaCS) untuk periode 1973-2022 dan Kernel
Density Estimation (KDE) untuk mengidentifikasi jumlah TC, intensitas, dan
pergeseran area kejadian selama periode El Niño dan La Niña ketika Indian Ocean
Dipole (IOD) netral.
Selama 50 tahun, terdapat 2.885 TC yang melewati perairan Indonesia dengan
daerah paling aktif adalah di wilayah 2. Secara umum ketika terjadi El nino jumlah
TC di seluruh wilayah Indonesia meningkat sedangkan ketika La Nina jumlah TC
menurun dibandingkan dengan kondisi netral. Hasil penelitian ini menunjukkan
perbedaan signifikan dalam total kejadian TC selama La Niña di wilayah 2, 3, dan
4. Di wilayah 2, terjadi penurunan pembentukan TC ketika La Niña dikarenakan
parameter lingkungan vertical wind shear (VWS) dan vortisitas yang kurang
mendukung, sehingga jumlah TC per bulan berkurang 12,5% dibandingkan netral.
Namun, di wilayah 3 dan 4, jumlah TC per bulan lebih tinggi selama La Niña
dibandingkan netral (meningkat masing-masing 38,1% dan 45,7%) karena
parameter lingkungan (suhu permukaan laut, tekanan permukaan laut, kelembaban,
VWS, dan vortisitas) menunjukkan kondisi yang mendukung. Accumulated
Cyclone Energy (ACE) digunakan untuk dapat mewakili durasi, intensitas, dan
jumlah TC. ACE per bulan juga menunjukkan variasi signifikan, terutama dengan
ii
peningkatan 65,4% selama La Niña di wilayah 1 dan peningkatan 12,4% selama El
Niño serta penurunan 35,3% selama La Niña di wilayah 2. Temuan ini dapat
dikaitkan dengan masa hidup TC yang lebih singkat ketika La Niña, dikarenakan
TC yang muncul di timur Filipina akan kehabisan energi ketika berpropagasi ke
barat karena suhu permukaan laut yang kurang memadai di Laut Cina Selatan.
Distribusi spasial KDE bervariasi menurut musim, menyebabkan lebih banyak
pergeseran arah zonal, sedangkan ENSO menyebabkan lebih banyak pergeseran
meridional. Ketika La Niña, density center di wilayah 1, 3, dan 4 cenderung
bergeser lebih ke timur, kecuali wilayah 2 yang bergeser ke barat dibandingkan El
Niño. Secara umum, density center cenderung bergeser lebih jauh dari netral ketika
El Niño untuk wilayah 1 dan 2 sedangkan di wilayah 3 dan 4 pergeseran lebih jauh
ketika La Niña. Pergeseran terjauh terjadi di wilayah 4, sekitar 632,1 km, ketika La
Niña, ditunjukkan dari lokasi pembentukan TC yang cenderung terbentuk di selatan
Nusa Tenggara Barat (NTB) selama El Niño sedangkan di Laut Timor selama La
Niña. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan tentang perilaku TC
di perairan Indonesia, menyoroti pengaruh fenomena iklim seperti ENSO terhadap
karakteristik TC. Temuan ini dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik
dan kesiapsiagaan terhadap kejadian TC di perairan Indonesia ini