Perencanaan pengelolaan infrastruktur sumber daya air di Indonesia bertujuan
untuk meningkatkan kebermanfaatan sumber daya air bagi kesejahteraan rakyat
dengan mengutamakan kepentingan umum , dan tetap memperhatikan fungsi sosial
sumber daya air serta kelestarian lingkungan hidup (UU. No. 17 tahun 2019).
Sehingga infrastruktur sumber daya air yang memadai, diperlukan untuk
memastikan akses yang adil dan bekerlanjutan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat, kesehatan, pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan dari
tingkat desa hingga perkotaan. Namun demikian, seiring dengan pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, maka tuntutan kualitas kehidupan yang semakin
baik menyebabkan kebutuhan akan air juga bertambah Melalui hasil sensus
penduduk pada tahun 2010 hingga 2020, didapatkan data terkait peningkatan
jumlah penduduk di Pulau Jawa yang awalnya 136 juta jiwa menjadi 151,6 juta
jiwa. Adapun tingkat kepuasan masyarakat pada pemerintah daerah masih
rendah.hal ini ditunjukkan Dari beberapa penelitian terdahulu didapatakan
beberapa fenomena seperti rendahnya kepuasan petani terhadap kinerja pemerintah
daerah. Seperti salah satu kasus pada Daerah Irigasi Tungkub DAS Sungi. Dimana
petani masih belum puas terhadap kinerja yang dilakukan pemerintah pada
perencanaan pembagian dan pemberian air serta pelaksanaan pengoperasia
bangunan irigasi. Adapun pada indeks kinerja Daerah Irigasi Taposan dimana
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) jarang diadakannya pertemuan rutin antara
pihak pengelola.
Meninjau dari permasalahan pada musyawarah rencana pembangunan
(musrenbang), didapatkan bahwa pemerintah sangat dominan dalam proses
pengambilan keputusan, sedangkan masyarakat masih bersifat pasif. Dengan
demikian, masyarakat tidak merasa diberikan ruang untuk memberikan usulan atau
permasalahan yang terjadi di daerah mereka. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini
adalah mengembangkan model konseptual peningkatan komunikasi, koordinasi,
dan kerjasama pemerintah daerah dan masyarakat umum dalam melakukan
perencanaan infrastruktur publik khususnya pada bidang sumber daya air. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan Focus Group Discussion pada
seluruh stakeholders seperti Dinas PU SDA Prov. Jawa Timur, Unit Pelaksana
Teknis (UPT), Komisi Irigasi Prov. Jawa Timur, TKPSDA, dan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) , untuk menggali informasi terkait permasalahan
interface, dan kondisi hubungan interaksi yang terjadi dalam perencanaan
pengelolaan sumber daya air khusunya pada proses penyusunan dokumen RPSDA
dan Pola PSDA. Kemudian dengan menggunakan metode soft system methodology
digunakan untuk mengolah menstrukturisasi permasalahan yang kompleks, dan
menggunakan elemen CATWOE untuk menysusun model konseptual yang
merupakan kondisi ideal yang diharapakan pada perencanaan pengelolaan sumber
daya air di Provinsi Jawa Timur.hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan
dari 5 (lima) permasalahan interface yang terjadi dalam proses perencanaan
pengelolaan infrastuktur SDA. 5 permasalahan tersebut adalah : (1).UPT
melakukan koordinasi dan komunikasi dengan masyarakat hanya saat terjadi
permasalahan pada infrastruktur sumber daya air; (2); Masih terdapat kesalahan
pada masyarakat dalam menghubungi pemerintah kabupaten/kota dalam mengatasi
permasalahan yang seharusnya menjadi kewenangan Dinas PU SDA Prov. Jawa
Timur; (3) masyarakat tidak dilibatkan dalam proses inventarisasi data saat proses
penyusunan dokumen RPSDA, dan Pola PSDA. TKPSDA bergantung pada kajian
yang dihasilkan oleh tim konsultan teknis; (4). Permasalahan ego sektoral yang
terjadi antar organisasi masyarakat P3A karena mementingkan kebutuhan
daerahnya masing-masing; (5). SDM masyarakat masih rendah dalam
berpartisipasi pada ruang konsultasi publik seperti Pertemuan Konsultasi
Masyarakat dan wadah koordinasi yang disediakan oleh TKPSDA. Dari kelima
permasalahan tersebut, no. 2, 3, dan 5, disebabkan oleh SDM masyarakat yang
masih rendah. Sehingga Upaya peningkatan efisensi dan efektifitas hubungan
komunikasi antara pemerintah daerah dan masyarakat perlu difokuskan pada aspek
SDM masyarakat SDM masyarakat dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya
air di tingkat provinsi adalah kunci untuk menghasilkan program kerja yang efektif,
berkelanjutan, dan adil. Namun, tingkat partisipasi yang rendah dan
ketidakmampuan masyarakat untuk menyampaikan permasalahan mereka
menghambat proses perencanaan pengelolaan infrastruktur sumber daya air yang
ideal. Dengan mengatasi hambatan partisipasi melalui edukasi, transparansi, dan
mekanisme partisipasi yang inklusif, pengelolaan sumber daya air dapat lebih
responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal dan mampu menciptakan solusi
yang berkelanjutan.