Kota iklim pesisir (Coastal-climate city) memiliki potensi dan tantangan yang disebabkan oleh perubahan iklim, kenaikan permukaan laut, kelembapan dan kecepatan angin yang tinggi. Kondisi termal di kota-kota ini dipengaruhi oleh iklim maritim dan angin darat-laut. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kepadatan penduduk, morfologi ruang perkotaan, dan UHI (Urban Heat Island) yang merupakan fenomena suhu permukaan yang lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan area sekitarnya. Untuk memaksimalkan potensi dan memitigasi tantangan kota iklim pesisir, pendekatan Climate Sensitive Urban Design (CSUD) kota iklim pesisir diusulkan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai rancangan desain dan dampak penerapan CSUD kota iklim pesisir dalam mencapai kenyamanan termal ruang luar. CBD PIK 2, Tangerang, dipilih sebagai studi kasus karena memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik kota iklim pesisir di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah design review dengan pendekatan CSUD kota iklim pesisir. Data dikumpulkan melalui observasi, pengukuran iklim mikro, dan simulasi menggunakan perangkat lunak ENVI-Met. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PRK (Panduan Rancang Kota) CBD PIK 2 belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip CSUD Kota Iklim Pesisir dan indikator kenyamanan termal sehingga diperlukannya intervensi perancangan. Intervensi perancangan yang menerapkan prinsip CSUD kota iklim pesisir di PRK CBD PIK 2 dapat meningkatkan kenyamanan termal ruang luar, memitigasi UHI, dan memaksimalkan potensi iklim pesisir. Intervensi perancangan terbukti berhasil menurunkan suhu udara sebesar 1,60oC pada musim kemarau dan 1,77oC pada musim penghujan, PMV sebesar +0,81 pada musim kemarau dan +0,93 pada musim penghujan, sekaligus mempertahankan kecepatan angin yakni sebesar 1,84 m/s di musim kemarau dan 1,64 m/s di musim penghujan. Penelitian ini memberikan kontribusi baru dalam pemodelan iklim mikro untuk meningkatkan kenyamanan termal di kota-kota pesisir tropis, khususnya di Indonesia.