Pembangunan infrastruktur jaringan seperti jalan tol, jembatan, dan rel kereta api sering kali menjadi faktor utama dalam segregasi permukiman dengan membatasi akses dan memisahkan aktivitas sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan morfologi permukiman berdasarkan rentang waktu, mengkaji morfologi permukiman dari ukuran kuantitatif spasial, serta menganalisis segregasi spasial dengan membandingkan morfologi permukiman eksisting dan yang menerapkan standar keselamatan. Penelitian ini mengeksplorasi potensi bermukim berdasarkan opini publik dan media massa, serta mengidentifikasi strategi bermukim dalam perspektif morfologi dan opini publik.
Studi ini menggunakan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Garut sebagai objek penelitian untuk memahami potensi permukiman di sekitar sempadan infrastruktur kereta api melalui perspektif morfologi dan opini publik. Penelitian ini menggunakan metode figure ground, space syntax, dan observasi untuk memahami potensi bermukim di sempadan infrastruktur transportasi kereta api melalui perspektif morfologi, serta manifest content analysis untuk mengetahui potensi bermukim di sempadan infrastruktur transportasi kereta api melalui perspektif opini publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 tipe morfologi utama permukiman di sekitar sempadan infrastruktur transportasi terdiri atas permukiman yang mengalami stagnansi urabanisasi dan permukiman pada fase awal urbanisasi. Segmen Bandung sebagai kota besar dan Cimahi menunjukkan dominasi fasilitas dan akomodasi militer mengalami stagnasi urbanisasi, di sisi lain segmen Garut dengan reaktivasi infrastruktur transportasi kereta api berada dalam fase awal urbanisasi. Penambahan buffer 9 meter dari rel kereta api menunjukkan gap integrasi, total depth, dan konektivitas terbesar ada di Kota Cimahi. Opini publik pada media massa topik terkait kesempatan, kerentanan, legalitas, keselamatan, dan kepemilikan.