2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-COVER.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 1.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 2.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 3.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 4.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 5.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-BAB 6.pdf
2007 TS PP KURNIA LISMAWATIE 1-PUSTAKA.pdf
Dalam konteks pembangunan daerah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah. Peran IPM sebagai alat ukur pembangunan akan lebih terlihat bila dilengkapi dengan data basis dan hitungan yang benar sampai ke wilayah terkecil tanpa membedakan daerah miskin atau tidak sehingga diharapkan perencanaan pembangunan akan benar-benar memihak masyarakat tanpa terkecuali.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan rendah. Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan hitungan nilai IPM tersebut.
Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya untuk dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya. Pengukuran kinerja pembangunan dengan menggunakan tolok ukur IPM juga telah dilaksanakan di Pematangsiantar sejak tahun 1999 dan mulai dipublikasikan dari tahun 2001 sampai dengan sekarang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji implementasi hitungan IPM riil, mengetahui kondisi IPM riil, dan mengetahui korelasi hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di Pematangsiantar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung ulang nilai IPM dengan menggunakan metode hitungan IPM yang lazim digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode Kualitatif digunakan sebagai penunjang data dari metode kuantitatif. Metode kualitatif yang digunakan melalui pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif dilakukan dengan cara studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen dilakukan untuk mencari informasi tertulis tentang IPM, pembangunan, dan kemiskinan. Wawancara dilakukan untuk menggali kebenaran informasi yang telah dilakukan dalam studi dokumen. Studi dokumen dan wawancara dilakukan pada institusi yang terkait dengan hitungan IPM, program-program pembangunan, dan masalah kemiskinan. Setelah diperoleh data akan dianalisis secara deskriptif eksploratif.
Hasil analisis hitungan IPM menunjukkan bahwa terdapat ketidakkonsistenan dalam melakukan hitungan IPM di Pematangsiantar. Ketidakkonsistenan disebabkan oleh hitungan IPM yang menggunakan nilai pengeluaran perkapita berbeda. Hasil analisis terhadap bentuk IPM riil menunjukkan bahwa status pembangunan manusia menengah ke atas layak bagi Pematangsiantar. Hasil analisis terhadap korelasi hitungan IPM dan kondisi kemiskinan menunjukkan korelasi negatif yang disebabkan oleh perbedaan daya beli yang sangat mencolok. Korelasi negatif juga terlihat dari nilai Upah Minimum Regional (UMR) yang meningkat dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita meningkat tetapi tidak diikuti dengan jumlah kemiskinan yang menurun.
Upaya untuk mengentaskan kemiskinan dalam perspektif peningkatan IPM di Pematangsiantar berdasarkan analisis penghitungan IPM dan kondisi kemiskinan yang ada hendaknya dilandasi oleh komponen-komponen tiga indikator IPM dan tetap disesuaikan dengan visi dan misi Pemerintah Kota Pematangsiantar. Upaya tersebut dirumuskan antara lain sebagai berikut : dukungan dari pemerintah melalui pemberian beasiswa kepada siswa keluarga yang kurang mampu dari segi sosial dan ekonomi, dukungan pemerintah melalui sosialisasi yang terus menerus tentang hidup sehat, pemerataan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan terutama untuk keluarga miskin, penciptaan proyek padat karya untuk mempercepat pengentasan kemiskinan melalui sistem pendidikan yang berhubungan langsung dengan dunia kerja, perubahan kebijakan di bidang ekonomi, membangun sistem informasi ekonomi, mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi informal masyarakat, mendorong pemberian UMR yang sebenarnya, dan mendorong tumbuh kembangnya industri kecil, menengah dan rumah tangga.