Akses terhadap sanitasi yang aman memainkan peran penting dalam kesehatan
masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, tingkat buang air besar
sembarangan telah berkurang menjadi 5,6%, dan akses ke sanitasi yang lebih baik
tersedia untuk 80,29% dari populasi. Program Pemantauan Bersama
WHO/UNICEF telah mengakui peran sanitasi bersama dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6b. Fasilitas sanitasi bersama menawarkan
solusi sementara yang praktis untuk kawasan kumuh yang padat penduduk dan
merupakan alternatif yang hemat biaya dibandingkan dengan fasilitas rumah tangga
pribadi. Namun, keberlanjutan fungsional fasilitas ini sering terganggu oleh operasi
dan pemeliharaan yang buruk. Perilaku pengguna dalam mengoperasikan dan
memelihara fasilitas sanitasi bersama memainkan peran besar dalam penggunaan
fasilitas ini secara berkelanjutan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor psikososial yang mempengaruhi perilaku yang diinginkan secara
berkelanjutan dalam pemeliharaan fasilitas sanitasi bersama. Menggunakan studi
kasus di Ciwalengke, Majalaya, penelitian ini memanfaatkan model RANAS dan
IBM-WASH. Model RANAS terdiri dari lima faktor psikososial (Risiko, Sikap,
Norma, Kemampuan, dan Regulasi Diri) agar perilaku baru tertanam dalam diri
seseorang. Faktor risiko mencakup kerentanan yang dirasakan, tingkat keparahan
yang dirasakan, dan pengetahuan faktual; faktor sikap mencakup keyakinan
instrumental dan keyakinan afektif; faktor norma mencakup norma deskriptif,
norma injungtif, dan norma pribadi; faktor kemampuan mencakup pengetahuan
tindakan, efikasi diri, pemeliharaan efikasi diri, dan pemulihan efikasi diri; faktor
regulasi diri mencakup kontrol tindakan/perencanaan, perencanaan
penanggulangan, mengingat, dan komitmen. Model Perilaku Terintegrasi untuk
Air, Sanitasi, dan Kebersihan (IBM-WASH) adalah model perilaku multidimensi.
Hasil wawancara terstruktur dengan 135 peserta di Ciwalengke berguna untuk
merancang intervensi perilaku guna mencapai SDG 6.2