Penerapan hunian berimbang di Indonesia mewajibkan pengembang swasta untuk membangun rumah sederhana, menengah, dan mewah dalam satu hamparan guna memastikan akses perumahan merata bagi berbagai segmen masyarakat. Tujuan utama dari aturan ini adalah menciptakan keserasian sosial dan ekonomi melalui subsidi silang, dengan menyediakan rumah sederhana yang berdampingan dengan rumah mewah dan menengah. Namun, implementasinya masih menghadapi kendala yang signifikan. Tingginya harga tanah dan lemahnya penegakan hukum, yang membuat pengembang cenderung mengabaikan prinsip hunian berimbang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas penerapan hunian berimbang pada perumahan komersial di Kecamatan Gedebage Kota Bandung, yang mengalami urbanisasi setelah ditetapkan sebagai kawasan teknopolis dan Pusat Pelayanan Kota Kedua di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus. Di mana terdapat tiga lokasi studi terpilih, yakni Perumahan Bumi Adipura, Perumahan Summarecon Bandung dan Perumahan Griya Cempaka Arum. Fokus utama penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas penerapan hunian berimbang dalam hal persyaratan, peran pelaku pembangunan perumahan, dan kendala-kendala yang dihadapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi aturan hunian berimbang sebagai upaya penyediaan perumahan rakyat tidak efektif karena masih terhambat sejumlah tantangan, terutama terkait dengan kepatuhan pengembang dan penegakan hukum. Konsep hunian berimbang pada perumahan komersial oleh pengembang swasta lebih efektif dalam menciptakan keberagaman hunian dalam satu kawasan bagi masyarakat menengah ke atas daripada dalam mewajibkan pengembang swasta untuk menyediakan rumah sederhana. Penelitian ini menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih terintegrasi dengan perencanaan tata ruang untuk mencapai tujuan hunian berimbang.