Potensi lahan pertanian padi sawah di Jawa Barat tersebar secara merata di seluruh wilayah. Salah satu kawasan di Jawa Barat yang sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pertanian padi sawah adalah Kota Tasikmalaya. Namun, luas lahan potensial pertaniannya terus mengalami penurunan karena kegiatan alih fungsi lahan. Penurunan luas lahan diakibatkan oleh terjadinya persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan yang berdampak pada meningkatnya nilai lahan (land rent) terutama yang dekat dengan central of business district (CBD). Rendahnya nilai harapan lahan pertanian atau agricultural land expectation value (LEV) menjadi salah satu alasan mendasar petani melakukan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis faktor yang memengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya; (2) mengetahui agricultural land expectation value (LEV) di Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya; (3) menganalisis efektivitas pengendalian alih fungsi lahan dengan menerapkan model PDR di lahan pertanian Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya; (4) menyusun rumusan strategi dan arah kebijakan melalui suatu pendekatan model yang sesuai sebagai upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Pendekatan model yang digunakan adalah model pembelian hak membangun yang dikenal sebagai Purchase of Development Right (PDR). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor yang memengaruhi alih fungsi lahan, analisis LEV berdasarkan NPV dengan waktu yang dipakai adalah 20 tahun sebagai analog masa ekonomis rumah, analisis besaran PDR berdasarkan harga jual lahan setempat dan NJOP serta efektivitas penerapan PDR untuk penentuan besaran insentif pertanian dan analisis SWOT-AHP untuk menentukan prioritas strategi pengendalian alih fungsi lahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa alih fungsi dipengaruhi oleh luas penguasaan lahan dan jarak lahan ke CBD. Rata-rata nilai LEV lahan pertanian (padi – sawah) senilai Rp.948.270.805 per hektar untuk 20 tahun dengan jarak lahan ke CBD dan indeks pertanaman menjadi faktor yang mempengaruhinya. Nilai insentif PDR berdasarkan harga jual lahan setempat senilai Rp.142.636.460 per hektar per tahun dan nilai insentif PDR berdasarkan NJOP senilai -Rp.6.008.994 setara dengan nol per hektar per tahun. Penerapan PDR hanya efektif jika diterapkan berdasarkan NJOP dengan perolehan surplus manfaat ekonomi sawah sebagai area budidaya padi dan penyedia pangan senilai Rp. 137.240.021 per hektar per tahun, secara efektif mendapatkan kelebihan surplus manfaat ekonomi berdasarkan nilai impor beras senilai Rp. 143.249.015 per hektar per tahun. Sementara penerapan PDR berdasarkan harga jual lahan setempat menunjukan hasil yang tidak efektif, karena nilainya melampaui nilai PDR. Strategi pengendalian alih fungsi lahan dilakukan melalui tiga strategi prioritas yaitu (1) memberikan penyuluhan atau sosialisasi PDR untuk menumbuhkan minat masyarakat dalam menjalankan usahatani; (2) Memberikan pelatihan Good Agricultural Practice (GAP) kepada petani kepada petani yang bersedia berpartisipasi dalam program PDR untuk meningkatkan pemanfaatan penggunaan lahan, kualitas produksi dan sasaran pasar yang lebih luas; (3) Membeli hak membangun atau menjembatani pembelian hak membangun secara terbuka antara petani dengan pihak lain di luar Pemerintah Daerah dan lembaga pelaksana PDR.