Industri farmasi memegang peranan penting dalam lanskap industri di Indonesia
dan dalam menjalankan operasional bisnis, perusahaan berkewajiban menghasilkan
obat berkualitas, berkhasiat, dan keamanan yang dapat terjaga secara konsisten.
Namun, dalam menjalankannya tentu tidak terlepas dengan adanya risiko. Di
industri farmasi, khususnya pada proses produksi sediaan farmasi, setiap produk
yang diproduksi dalam sepanjang siklus hidupnya (lifecycle Product) akan tetap
memiliki potensi risiko walaupun sudah menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat
Yang Baik). Risiko yang dimaksud dapat meliputi keamanan, efikasi, mutu,
supplier bahan baku, dan sebagainya. Dalam konteks manajemen risiko di ruang
lingkup produksi tempat penulis bekerja, pendekatan yang dilakukan saat ini dalam
menilai risiko yang muncul masih bersifat secara umum, hanya dari bentuk umum
sediaan farmasi dan belum dilakukan secara menyeluruh. Kondisi ini dapat
disebabkan belum adanya desain manajemen risiko yang lengkap dan alat ukur
untuk menilai kondisi saat ini pada suatu risiko. Dengan pertimbangan adanya
potensi risiko yang dapat muncul pada setiap tahapan proses produksi dari tiap
produk maka risiko perlu dianalisis dan dievaluasi dampaknya. Hal ini karena pada
umumnya, tiap produk memiliki karakteristik dan profil yang tentu berbeda pula.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat desain manajemen risiko mutu produk
dengan metode FMEA (Failure Mode Effect Analysis), menentukan Matrix Priority
Action, dan melakukan perhitungan Risk Management Index (RMI) dari perwakilan
produk backbone & pareto Sediaan Oral Solid, Liquid non Steril non Betalaktam di
suatu Industri Farmasi. Penelitian diawali dengan pembuatan Grouping produk
sesuai kelas terapi, penentuan produk yang dipilih, penyusunan flow process dari
tahapan aktivitas proses, penyusunan Quality Attribute, yang dilanjutkan dengan
pembuatan manajemen risiko mutu dengan FMEA dan penentuan Matrix Priority
Action untuk risiko dengan total nilai RPN (Risk Priority Number) > 20 (sesuai
ketetapan manajemen) serta terakhir, melakukan perhitungan % RMI (Risk
Management Index). Pada hasil penelitian ini diperoleh desain manajemen risiko
mutu produk yang komprehensif yaitu untuk Kapsul Phenytoin Sodium 100 mg
menghasilkan total risiko mutu sebanyak 95 risiko, dengan level low sebanyak 73
risiko (76,8%), level medium sebanyak 20 risiko (21,1%) dan level high sebanyak
2 risiko (2,1%). Sedangkan untuk Sirup Obat Batuk DEF*100 ml diperoleh total
123 risiko, dengan level low sebanyak 96 risiko (78%), level medium sebanyak 25
risiko (20%), dan level high sebanyak 2 risiko (2%). Dari desain manajemen risiko
mutu tersebut, berdasarkan Matrix Priority Action diperoleh rencana mitigasi
perbaikan risiko pada Kapsul Phenytoin 100 mg sebanyak 33 Action Plans dan
pada produk Sirup Obat Batuk DEF*100 ml sebanyak 36 Action Plans.
Selanjutnya, dari hasil perhitungan % RMI (Risk Management Index) diperoleh
sebesar 89%. Desain manajemen risiko mutu yang sudah dibuatkan dapat
menghasilkan risiko sesuai tahapan flow process yang ditetapkan untuk Kapsul
Phenytoin 100 mg dan Sirup Obat Batuk DEF*100 ml. Sesuai dengan Matrix
Priority Action yang ditentukan, rencana mitigasi perbaikan untuk kedua produk
akan dilakukan dengan batas waktu pelaksanaan dan penanggung jawab
pengendalian risiko yang sudah ditentukan. Berdasarkan perhitungan % Risk
Management Index (RMI) yang diperoleh, menunjukkan bahwa manajemen risiko
mutu pada kedua produk backbone dan pareto secara rata-rata sudah baik. Namun,
masih perlu perhatian lebih lanjut terhadap penyelesaian rencana mitigasi perbaikan
yang belum dilakukan agar dapat mencapai persentase yang baik di semua
parameter yang dinilai dan juga perlunya perhatian manajemen puncak dalam
investasi lebih lanjut agar dapat memperoleh % Risk Management Index (RMI)
yang lebih besar bagi perusahaan.