digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Industri farmasi memegang peranan penting dalam lanskap industri di Indonesia dan dalam menjalankan operasional bisnis, perusahaan berkewajiban menghasilkan obat berkualitas, berkhasiat, dan keamanan yang dapat terjaga secara konsisten. Namun, dalam menjalankannya tentu tidak terlepas dengan adanya risiko. Di industri farmasi, khususnya pada proses produksi sediaan farmasi, setiap produk yang diproduksi dalam sepanjang siklus hidupnya (lifecycle Product) akan tetap memiliki potensi risiko walaupun sudah menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik). Risiko yang dimaksud dapat meliputi keamanan, efikasi, mutu, supplier bahan baku, dan sebagainya. Dalam konteks manajemen risiko di ruang lingkup produksi tempat penulis bekerja, pendekatan yang dilakukan saat ini dalam menilai risiko yang muncul masih bersifat secara umum, hanya dari bentuk umum sediaan farmasi dan belum dilakukan secara menyeluruh. Kondisi ini dapat disebabkan belum adanya desain manajemen risiko yang lengkap dan alat ukur untuk menilai kondisi saat ini pada suatu risiko. Dengan pertimbangan adanya potensi risiko yang dapat muncul pada setiap tahapan proses produksi dari tiap produk maka risiko perlu dianalisis dan dievaluasi dampaknya. Hal ini karena pada umumnya, tiap produk memiliki karakteristik dan profil yang tentu berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membuat desain manajemen risiko mutu produk dengan metode FMEA (Failure Mode Effect Analysis), menentukan Matrix Priority Action, dan melakukan perhitungan Risk Management Index (RMI) dari perwakilan produk backbone & pareto Sediaan Oral Solid, Liquid non Steril non Betalaktam di suatu Industri Farmasi. Penelitian diawali dengan pembuatan Grouping produk sesuai kelas terapi, penentuan produk yang dipilih, penyusunan flow process dari tahapan aktivitas proses, penyusunan Quality Attribute, yang dilanjutkan dengan pembuatan manajemen risiko mutu dengan FMEA dan penentuan Matrix Priority Action untuk risiko dengan total nilai RPN (Risk Priority Number) > 20 (sesuai ketetapan manajemen) serta terakhir, melakukan perhitungan % RMI (Risk Management Index). Pada hasil penelitian ini diperoleh desain manajemen risiko mutu produk yang komprehensif yaitu untuk Kapsul Phenytoin Sodium 100 mg menghasilkan total risiko mutu sebanyak 95 risiko, dengan level low sebanyak 73 risiko (76,8%), level medium sebanyak 20 risiko (21,1%) dan level high sebanyak 2 risiko (2,1%). Sedangkan untuk Sirup Obat Batuk DEF*100 ml diperoleh total 123 risiko, dengan level low sebanyak 96 risiko (78%), level medium sebanyak 25 risiko (20%), dan level high sebanyak 2 risiko (2%). Dari desain manajemen risiko mutu tersebut, berdasarkan Matrix Priority Action diperoleh rencana mitigasi perbaikan risiko pada Kapsul Phenytoin 100 mg sebanyak 33 Action Plans dan pada produk Sirup Obat Batuk DEF*100 ml sebanyak 36 Action Plans. Selanjutnya, dari hasil perhitungan % RMI (Risk Management Index) diperoleh sebesar 89%. Desain manajemen risiko mutu yang sudah dibuatkan dapat menghasilkan risiko sesuai tahapan flow process yang ditetapkan untuk Kapsul Phenytoin 100 mg dan Sirup Obat Batuk DEF*100 ml. Sesuai dengan Matrix Priority Action yang ditentukan, rencana mitigasi perbaikan untuk kedua produk akan dilakukan dengan batas waktu pelaksanaan dan penanggung jawab pengendalian risiko yang sudah ditentukan. Berdasarkan perhitungan % Risk Management Index (RMI) yang diperoleh, menunjukkan bahwa manajemen risiko mutu pada kedua produk backbone dan pareto secara rata-rata sudah baik. Namun, masih perlu perhatian lebih lanjut terhadap penyelesaian rencana mitigasi perbaikan yang belum dilakukan agar dapat mencapai persentase yang baik di semua parameter yang dinilai dan juga perlunya perhatian manajemen puncak dalam investasi lebih lanjut agar dapat memperoleh % Risk Management Index (RMI) yang lebih besar bagi perusahaan.