Penelitian ini membahas penjadwalan mesin paralel unrelated multi-task simultaneous
supervision dual resource constrained (MTSSDRC) yang mempertimbangkan
minimasi tardiness dan workload balance. Tardiness didefinisikan sebagai jumlah
waktu penyelesaian yang melebihi tanggal jatuh tempo. Keseimbangan beban kerja
dihitung menggunakan workload smoothness index (WSI). Penelitian ini
dikembangkan karena penjadwalan mesin paralel unrelated lebih merepresentasikan
kondisi riil industri di dunia nyata.
Formulasi permasalahan penjadwalan mesin paralel unrelated MTSSDRC untuk
minimasi tardiness dan WSI adalah sebuah model mixed-integer quadratically
constrained programming (MIQCP). Pencarian solusi model MIQCP untuk secara
simultan meminimasi tardiness dan WSI terkenda oleh kemampuan solver yang
tersedia. Oleh sebab itu dikembangkan solusi analitik dari model MIQCP dicari secara
bertahap. Urutan penyelesaian permasalahan dimulai dari mixed-integer linear
programming (MILP) yang digunakan untuk menyelesaikan fungsi tujuan pertama
yaitu tardiness dengan adanya solusi tambahan yang dihasilkan dari fungsi tujuan
kedua yaitu WSI. Selanjutnya, mixed-integer quadratic problem (MIQP) digunakan
untuk menyelesaikan fungsi tujuan kedua yaitu workload smoothness index (WSI),
dengan fungsi tujuan pertama sebagai batasan yang nilainya berasal dari solusi MILP.
Terakhir MIQCP digunakan untuk menyelesaikan fungsi tujuan pertama yaitu
tardiness yang disesuaikan dengan memberi batasan pada nilai WSI. Model ini
menghasilkan nilai WSI yang kecil sesuai dengan batas WSI yang ditentukan sambil
menyesuaikan total tardiness yang ditentukan.
Penelitian ini mengembangkan metaheuristik algoritma NSGA-II untuk mengatasi
kekurangan solver untuk mencari solusi dalam mendapatkan secara simultan minimasi
tardiness dan WSI. Algoritma NSGA-II juga mampu mengatasi keterbatasan solver
untuk permasalahan dengan jumlah mesin dan operator yang banyak. Pengembangan
skema decoding 1, decoding 2 dan decoding 3 digunakan untuk melihat perbandingan
hasil eksperimen yang dihasilkan dari masing-masing karakteristik skema decoding
tersebut. Skema ini merepresentasikan hasil dari kedua fungsi tujuan tardiness dan
WSI yang nantinya akan direkomendasikan kepada pembuat kebijakan penjadwalan
di industri. Rasio y digunakan untuk mengelompokkan case-case yang ada
berdasarkan perbandingan operator dan mesin. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah
terdapat perbedaan solusi yang dihasilkan ketika case-case ini dikelompokkan.
iii
Hasil eksperimen menunjukkan dalam case large, bahwa dua skema decoding yang
direkomendasikan untuk industri dengan rasio y = 0,5 yaitu skema D2 dan D3.
Kemudian pada rasio y > 0,5 menunjukkan bahwa skema D1 dan D2 dapat
direkomendasikan bagi industri karena dapat menghasilkan tardiness terkecil.