Laut Sulawesi merupakan pintu masuk utama dari Indonesian Throughflow (ITF),
dikenal dengan jalur barat. ITF yang masuk ke Laut Sulawesi sebagian besar
mengalir ke selat Makassar dan lainnya kembali sebagai North Equatorial Counter
Current (NECC). ITF yang membawa massa air menyebabkan adanya variabilitas
parameter oseanografi di Laut Sulawesi. Laut Sulawesi secara geografis dibatasi
oleh Pulau Sulawesi di sisi selatan, di utara oleh Pulau Mindanao dan Laut Sulu, di
barat oleh Pulau Kalimantan, dan di timur dibatasi oleh Kepulauan Sangihe.
Banyaknya interaksi arus dan topografi Laut Sulawesi yang dibatasi oleh banyak
pulau dapat menyebabkan terbentuknya pusaran arus yang melingkar, dikenal
dengan eddy. Eddy merupakan salah satu fenomena alam yang berpengaruh
terhadap dinamika perairan.
Eddy merupakan pusaran yang berbentuk arus melingkar yang terpisah dari arus
utamanya, eddy skala meso merupakan eddy dengan skala spasial puluhan hingga
ratusan serta skala temporal mingguan hingga bulanan. Menurut arah geraknya
eddy terbagi dua, yaitu eddy siklonik (CE) di belahan bumi utara (BBU) berputar
berlawanan arah jarum jam dan eddy antisiklonik (AE) berputar searah jarum jam.
Pergerakan CE dan AE dapat menyebabkan terjadinya divergensi dan konvergensi
di lautan. Variabilitas eddy dipengaruhi beberapa faktor utama, seperti interaksi
arus, perubahan musim, dan interaksi dengan fenomena iklim global seperti El Niño
Southern Oscillation (ENSO). Telah banyak studi yang meneliti tentang keberadaan eddy di Indonesia, namun hingga saat ini belum ada penelitian lebih
lanjut terkait analisis variabilitas dan karakteristik eddy di Laut Sulawesi selama 30
tahun terakhir. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan analisis
tentang variabilitas dan karakteristik eddy selama 30 tahun menggunakan data
harian dari satelit altimetri dari tahun 1993 – 2022. Metode yang digunakan adalah
metode hybrid yang menggabungkan antara metode Okubo-Weiss dan SLA kontur
tertutup. Eddy dalam metode ini didefinisikan sebagai wilayah koheren yang
terdeteksi dalam kontur SLA tertutup dan parameter Okubo-Weiss memiliki nilai
yang negatif. Parameter Okubo-Weiss digunakan untuk melihat vortisitas dan
regangan dalam eddy, sementara kontur SLA tertutup digunakan membantu
mendefinisikan jangkauan spasial eddy.
Karakteristik yang diteliti adalah jumlah, radius, masa hidup, dan amplitudo eddy
selama 30 tahun. Eddy yang terbentuk di Laut Sulawesi didominasi oleh eddy
dengan radius 80 – 90 km, masa hidup sekitar 1 – 2 minggu, dan amplitudo 2 – 3
cm dengan CE ditemukan lebih banyak daripada AE dengan total CE 455 dan total
AE 365. Rata-rata selama 30 tahun untuk radius CE (AE) sebesar 87,2 km (82,8
km), masa hidup CE (AE) 18,5 hari (16,5 hari), dan amplitudo CE (AE) 3.11 cm
(2.74 cm). Eddy yang terbentuk di Laut Sulawesi paling banyak ditemukan pada
daerah 1200 – 1240
BT dan 20 – 40
LU. CE kategori besar (>100 km), masa hidup
lama (>21 hari), dan amplitudo tinggi (>4 cm) paling banyak terjadi pada musim
peralihan II, sedangkan AE paling banyak terjadi pada musim barat. CE di Laut
Sulawesi dapat menyebabkan naiknya muka laut, penurunan suhu permukaan laut,
dan peningkatan konsentrasi klorofil-a dan sebaliknya pada AE. Kejadian La Niña
dan El Niño pada penelitian ini tidak mempengaruhi jumlah terbentuknya eddy,
namun dapat mempengaruhi karakteristik eddy lainnya seperti radius, masa hidup,
dan amplitudo eddy. Saat La Niña cenderung mengalami peningkatan karakteristik
eddy sedangkan saat El Niño menunjukkan sebaliknya.