digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Maya Rosa [37019501]
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Penelitian ini membahas tentang penggunaan identitas sebagai strategi dalam melestarikan lanskap budaya atau cultural landscape secara aktif dan dinamis dan berkelanjutan. Dalam penelitian ini lanskap budaya adalah sebuah konstruksi budaya sebagai simbiosis antara manusia dengan alam dan lingkungan buatan yang terbentuk dari lapisan sejarah, tradisi, dan budaya. Konfigurasi ini membentuk ciri khas serta keunikan tempat yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Tetapi, paparan globalisasi dan modernisasi yang tidak dapat dihindari berpotensi untuk mengikis ciri khas dan keunikan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat dalam upaya melestarikan lanskap budaya agar selalu relevan dengan kondisi masa kini, inklusif untuk segala lapisan masyarakat lokal, berkelanjutan dan pada akhirnya dapat menggerakkan ekonomi lokal. Dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2019, Sawahlunto Indonesia adalah satu dari tiga bagian dari Ombilin Coal Mining of Sawahlunto (OCMHS) yang dibangun pada masa kolonial Belanda sebagai kota administrasi tambang batu bara dengan sejarah panjang hingga ke Eropa. Saat ini Sawahlunto mempunyai beragam warisan budaya teraga dan tak teraga tersebar di seluruh wilayah beserta masyarakat multietnik yang membentuk lanskap budaya yang khas dan unik, sehingga adalah sangat penting untuk dilakukan upaya-upaya pelestarian lanskap budaya Sawahlunto. Berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan, pelestarian lanskap budaya dilakukan melalui konservasi sebagai upaya perlindungan dan pemanfaatan yang bersifat dinamis. Konservasi lanskap budaya berkaitan erat dengan identitas sehingga mengarahkan penelitian ini pada konservasi dengan pendekatan berbasis identitas. Selanjutnya, penelitian yang membahas tentang teori identitas telah banyak dilakukan, tetapi masih belum banyak dilakukan penelitian yang berfokus pada penggunaan identitas untuk konservasi lanskap budaya. Tujuan penelitian ini adalah menambah pengetahuan dalam keilmuan seni rupa dan desain dengan membangun strategi atau teori substantif terkait strategi penggunaan identitas dalam konservasi lanskap budaya berdasarkan perspektif emik. Untuk mencapai tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode grounded theory. Data yang dikumpulkan dari wawancara semi terstruktur terhadap 54 responden yang memiliki hubungan dengan Sawahlunto dianalisis dalam tiga ahap pengkodean yaitu pengkodean terbuka, aksial, dan selektif untuk menentukan faktor-faktor pembentuk identitas yang menjadi landasan utama dalam pembahasan pada penelitian ini. Karena penelitian ini bersifat ekploratif selanjutnya dilakukan analisis korespondensi dan analisis kluster untuk menggali informasi lebih dalam untuk menjawab tiga pertanyaan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konservasi lanskap budaya berbasis identitas dilakukan dengan menyediakan ruang-ruang budaya yang berkualitas, baik secara design maupun secara ekologis, untuk masyarakat inti melakukan aktivitas budaya dan berinteraksi sosial, serta memaknai tempat secara terus menerus yang menjadikan identitas selalu relevan, inklusif dan berkelanjutan. Penelitian ini juga menemukan dua aktor penting dalam pengelolaan identitas yang dinamis, yaitu sub-culture sebagai katalisator pembawa inovasi dan cultural-sphere sebagai stabilisator dari perubahan-perubahan. Selain itu dalam penelitian ini ditemukan adanya kegiatan adaptive reuse identitas secara progresif dalam merelevankan identitas lanskap budaya, yang secara konseptual memperluas pemahaman bahwa adaptive reuse yang pada umumnya dilakukan pada elemen fisik seperti bangunan dapat juga digunakan pada identitas sebagai entitas tak teraga. Sebagai entitas tak teraga, makna pada identitas lanskap budaya direpresentasikan sebagai culture-valuescape, peoplescape dan creativescape yang saling berhubungan erat satu dengan yang lain. Tiga representasi identitas lanskap budaya ini merupakan temuan lainnya dari penelitian ini. Pada akhirnya representasi identitas ini harus dapat divisualisasikan agar upaya konservasi lanskap budaya lebih dapat dipahami oleh masyarakat luas. Proses visualisasi dari representasi identitas harus dilakukan dengan kesadaran bahwa proses tersebut akan meningkatkan kualitas dan menjaga signifikansi lanskap budaya sehingga harus dilakukan melalui pendekatan desain dalam konteks pelestarian warisan budaya. Penelitian ini juga menemukan pendekatan desain dalam visualisasi dari representasi identitas lanskap budaya yaitu reverse Heskett design theory yang berlaku juga pada aktivitas desain lainnya dalam konteks pelestarian warisan budaya. Kontribusi penelitian ini mengusulkan strategi atau teori substantif di dalam diskursus keilmuan seni rupa dan desain mengenai konservasi lanskap budaya berbasis identitas. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif strategi dalam konsep pengembangan situs lanskap budaya lainnya di dunia, serta dapat menjadi alternatif gagasan panduan untuk konservasi Sawahlunto setelah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2019.