Kebiasaan menulis coretan di dinding bermula dari manusia di zaman primitif yang menetap
di gua-gua untuk membuat tanda. Kebiasaan mencoret-coret di dinding ini memiliki sebutan
“Grafiti”, sebuah kata yang diambil dari kata “Graffito” diserap dari bahasa Yunani
“Graphire” yang berarti coretan atau mencoret. Perkembangan grafiti di suatu kota dapat
ditandai dari beberapa fenomena. Di Kota Malang tanda maraknya grafiti adalah fenomena
peningkatan jumlah komunitas pelaku grafiti hingga menjadi komoditas ekonomi kreatif
melalui berbagai acara yang memanfaatkan grafiti, bahkan banyak pelaku grafiti yang
menggunakan kepiawaiannya sebagai karier utama. Namun ditengah masifnya
perkembangan grafiti di Kota Malang, belum ada yang dapat mendefinisikan dengan baik
bagaimana mulanya grafiti hadir dan berkembang di Kota Malang dan bagaimana
karakteristik grafiti khas Kota Malang. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini
meliputi dua pertanyaan yaitu: 1) bagaimana perkembangan visual grafiti yang ada di Kota
Malang dari tahun 2006 sampai 2023?, 2) Bagaimanakah relevansi antara perkembangan
visual grafiti dengan perkembangan sosial-budaya yang ada di Kota Malang dari tahun 2006
sampai 2023?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis kualitatif dengan teori model sirkuit
kebudayaan (Model Circuit of Culture) oleh Stuart Hall yang ditujukan untuk melihat
bagaimana grafiti sebagai sebuah produk atau artefak kultural dari kebudayaan popular yang
berkembang direpresentasikan, identitas sosial seperti apa yang berasosiasi dengan grafiti,
bagaimana grafiti diproduksi dan dikonsumsi, dan bagaimana yang mengatur distribusi dan
penggunaannya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi literatur, observasi
partisipatif dan wawancara. Data yang didapat membahas tentang grafiti berdasarkan
fenomena sosial budaya yang terjadi di setiap waktunya. Hasil observasi menyusuri area vital
kota Malang berdasarkan batasan masalah yang telah ditentukan. Hasil wawancara yang
didapat adalah dokumentasi dan koleksi arsip para pelaku, kemudian gambaran tentang
fenomena dan perkembangan grafiti di setiap zamannya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bagaimana perkembangan grafiti di Kota Malang dari
tahun 2006 hingga 2023 menggambarkan evolusi yang signifikan dalam tiga periode utama.
Periode Perintis (2006-2011) ditandai dengan munculnya komunitas awal dan upaya keras
mengatasi keterbatasan alat dan bahan sampai kesulitan referensi. Periode Ledakan Grafiti
‘Ngalam’ (2012-2019) mencerminkan pertumbuhan pesat dengan terbentuknya berbagai
komunitas baru, munculnya infrastruktur pendukung seperti toko grafiti, dan meningkatnya
kegiatan kolektif. Terakhir, Periode Gelombang Baru(2020-2023) menggambarkan adaptasi
terhadap tantangan pandemi COVID-19, peralihan ke media digital, serta peningkatan
kolaborasi lintas disiplin.
Penelitian ini menggambarkan signifikansi budaya dari grafiti di Kota Malang dengan cara
yang lebih terukur, menunjukkan bagaimana grafiti diposisikan sebagai bahasa yang terbaru
dalam deretan panjang inovasi budaya yang berkembang di Kota Malang. Topeng Malangan,
Tokoh Perwayangan Jawa, Boso Walikan, Budaya Sepak Bola Arema yang hadir
berdampingan dan terpampang dari visual grafiti di Kota Malang ini memberikan asumsi
bahwa grafiti Kota Malang memiliki ciri khas visual yang tidak dimiliki visual grafiti dari
kota-kota lainnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa, ketika melihat suatu visual grafiti
telah menjadi kegiatan yang mampu memfasilitasi dialog dalam membentuk identitas diri,
kolektif, maupun kota.