digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
PUBLIC Dessy Rondang Monaomi

Evolusi perangkat lunak merupakan pengembangan berkelanjutan setelah rilis untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru sekaligus memperbaiki cacat. Seiring bertambahnya kompleksitas perangkat lunak karena terjadinya evolusi, deteksi code smell, yang mengindikasikan potensi masalah dalam kode, menjadi semakin sulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan visualisasi code smell dalam evolusi perangkat lunak, guna meningkatkan pemahaman pengembang terhadap struktur kode, kemunculan code smell dan opsi refactoring yang tersedia. Menggunakan strategi deteksi berbasis metrik, prototipe visualisasi dirancang untuk lima jenis code smell: Data Class, Feature Envy, Large Class, Long Method, dan Refused Bequest. Kontribusi utama penelitian ini meliputi pengembangan prototipe visualisasi code smell untuk perangkat lunak berbasis Java, serta hasil evaluasinya yang diukur dari faktor fungsionalitas, efektivitas, efisiensi, usability, dan usefulness. Evaluasi fungsionalitas menunjukkan bahwa hasil deteksi mirip dengan JDeodorant, aplikasi deteksi yang dipakai pada penelitian sebelumnya. Pada evaluasi efektivitas, visualisasi 2 dimensi berbasis metrik menunjukkan akurasi tertinggi (92.9%) dalam meningkatkan pemahaman tentang jumlah versi dan kelas, dibandingkan dengan 78.6% pada visualisasi penelitian sebelumnya dan 64.3% pada visualisasi 3 dimensi berbasis metrik. Untuk peningkatan pemahaman tentang code smell dan refactoring, visualisasi 2 dimensi berbasis metrik memiliki akurasi 71.4%, yang 28.5% lebih tinggi dibandingkan visualisasi penelitian sebelumnya yang mencapai 42.9%, sedangkan visualisasi 3 dimensi berbasis metrik mencatat akurasi 57.1%, 14.2% lebih tinggi dari visualisasi penelitian sebelumnya. Evaluasi efisiensi menunjukkan visualisasi 2 dimensi berbasis metrik lebih efisien sekitar 58.4% dibandingkan visualisasi penelitian sebelumnya, sedangkan visualisasi 3 dimensi berbasis metrik lebih efisien sekitar 37.3%. Hasil evaluasi usability menunjukkan bahwa Sebagian besar partisipan merasa visualisasi 2 dimensi berbasis metrik lebih mudah digunakan dibandingkan dengan visualisasi penelitian sebelumnya, sementara visualisasi 3 dimensi berbasis metrik memiliki hasil yang serupa dengan visualisasi penelitian sebelumnya, meski cenderung dianggap lebih mudah digunakan. Evaluasi usefulness menunjukkan hasil positif, menandakan bahwa visualisasi ini dianggap berguna.