digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Gabriana Akhira Malik
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya air tawar di daerah tropis yang memiliki volume produksi terbesar kedua setelah ikan mas. Beberapa negara berkembang menjadikan ikan nila sebagai sumber protein alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani, sehingga meningkatkan permintaan yang tinggi di pasaran. Namun, terdapat tantangan dalam proses budidayanya pada sistem terbuka, yaitu terjadinya penurunan kualitas air karena akumulasi senyawa nitrogen inorganik terlarut, seperti ammonium dan nitrit. Pengembangan sistem hybrid antara ZWD (Zero Water Discharge) dan RAS (Recirculating Aquaculture System) merupakan salah satu alternatif budidaya yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam sistem RAS, proses biofiltrasi biasanya menggunakan bakteri nitrifikasi yang diinokulasikan pada biofilter untuk menurunkan ammonium dan nitrit. Pada penelitian ini, penurunan ammonium dan nitrit ditingkatkan efesiensinya dengan menggunakan bakteri heterotrof, yaitu Pseudomonas monteilii dan Pseudomonas mosselii melalui proses asimilasi, serta bakteri nitrifikasi. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu 1) pengondisian biofilter dan pengujian suksesi pembentukan biofilm selama 14 hari sebelum masa budidaya dengan menambahkan bakteri nitrifikasi pada seluruh tangki biofilter, serta penambahan kedua bakteri dengan variasi berbeda, yaitu tangki biofilter perlakuan pertama diberikan P. monteilii dan P. mosselii (‘BS’), sementara perlakuan kedua hanya diberikan P. monteilii (‘BF’), 2) budidaya ikan nila selama 28 hari, serta 3) analisis data pengamatan, termasuk kualitas air, komunitas mikroba, dan performa pertumbuhan ikan. Kedua perlakuan dibandingkan dengan kontrol (‘K’) yang hanya diberikan bakteri nitrifikasi pada biofilternya. Hasil penelitian menunjukan suksesi pembentukan biofilm pada perlakuan BS lebih cepat satu minggu dibandingkan perlakuan lainnya dengan laju breakdown capacity: 25 ppm NH4+ dan 25 ppm NO2- per hari. Selama proses budidaya, parameter kualitas air, seperti suhu, dissolved oxygen, pH, amonium, nitrit, dan nitrat pada ketiga perlakuan masih berada pada rentang toleransi untuk pertumbuhan ikan nila, tetapi kualitas air terbaik teramati pada perlakuan BS dengan rentang kadar ammonium sebesar 0-5 ppm dan nitrit sebesar 0-1,52 ppm. Sementara itu, hasil analisis statistik performa pertumbuhan tertinggi dijumpai pada perlakuan BF yang memiliki total biomassa sebesar 105,60 ± 19,47 gram dan tingkat kesintasan ikan sebesar 59,01 ± 7,06% dibandingkan perlakuan BS dan K (P<0,05). Parameter lainnya, seperti rata-rata berat akhir, ratarata pertumbuhan harian, dan rasio konversi pakan budidaya dari ketiga perlakuan tidak berbeda secara signifikan (P>0,05). Hasil pengamatan tersebut didukung dengan dinamika komunitas mikroba yang ada pada sampel air budidaya dan ikan nila. Indeks keanekaragaman teramati lebih tinggi pada kedua sampel perlakuan K dibandingkan BS dan BF. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bakteri heterotrof dalam biofilter memberikan dampak yang lebih baik terhadap kualitas air, performa pertumbuhan, dan komunitas mikroba karena mampu meningkatkan tingkat kesintasan, sehingga dapat diterapkan dalam penggunaan sistem hybrid tertutup ZWD-RAS untuk budidaya ikan nila. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai rasio maupun konsentrasi penambahan bakteri ke dalam biofilter yang optimal untuk lebih menunjang kestabilan kualitas air, serta performa budidaya ikan nila pada tahap pre-nursery.