digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 

ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 

ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 

ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 

ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 

ARXHEL SEPTINO FARIL NANDA
EMBARGO  2027-07-26 


Peningkatan konsumsi terhadap bahan bakar fosil selalu terjadi tiap tahunnya, akan tetapi produksi bahan bakar fosil tidak selamanya dapat memenuhi kebutuhan manusia karena lama kelamaan akan habis. Oleh karena itu, diperlukannya alternatif untuk sumber pengganti bahan bakar agar kebutuhan bahan bakar dapat terpenuhi. Alternatif bahan baku yang berasal dari tumbuhan dapat diubah menjadi biofuel (bahan bakar yang berbasis tumbuhan). Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan hal tersebut, minyak kelapa sawit sangat mungkin dimanfaatkan sebagai bahan baku utama untuk menghasilkan biofuel. Minyak kelapa sawit diubah menjadi biofuel melalui metode perengkahan katalitik (cracking catalytic). Metode ini merupakan metode pemutusan hidrokarbon bermolekul besar menjadi lebih kecil dengan bantuan katalis. Pada industri perminyakan zeolit dmanfaatkan sebagai katalis pada proses FCC (Fluid Catalytic Cracking), di mana zeolit bertindak sebagai katalis asam padat yang menyediakan situs asam Brønsted dan Lewis untuk mengubah minyak mentah menjadi produk yang lebih berharga, seperti bensin dan olefin. Zeolit pada umunya disintesis dalam suhu tinggi yang mana membutuhkan energi yang besar. Sehingga diperlukan sintesis zeolit dalam suhu rendah untuk menyelesaikann masalah itu. Selain itu kekurangan dari ZSM-5 yakni memiliki ukuran porositas mikropori yang mana dapat terjadinya hambatan difusi bagi molekul yang besar. Masalah difusivitas ini sangat penting, pada saat diaplikasikan pada proses perengkahan minyak kelapa sawit. Umpan dari minyak kelapa sawit memiliki ukuran molekul yang lebih besar daripada pori zeolit ZSM-5. Sehinga, sulit untuk mencapai situs aktif dari bagian dalam pori zeolit. Solusi untuk permasalahan tersebut yakni dibuat ZSM-5 hierarki. Zeolit hierarki memiliki setidaknya satu porositas tambahan, selain mikropori yaitu mesopori atau makropori. Pori tambahan dapat meningkatkan luas permukaan katalis. Kemudian, molekul besar dapat dengan mudah berdifusi tanpa hambatan. Dengan demikian, menghambat pembentukan kokas. Pada sintesis ZSM-5 hierarki dilakukan dengan bantuan polimer. Polimer yang digunakan sebagai template adalah polietilen glikol (PEG). Polimer ini divariasikan dengan berat molekul PEG-400, PEG-4000 dan PEG-5800. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu pertama, sintesis zeolit ZSM-5 hierarkis dengan bantuan Polietilen Glikol (PEG), kedua, karakterisasi ZSM-5 dengan FTIR, XRD, BET, TEM, NH3TPD terakhir yaitu uji aktivitas katalis ZSM-5 hierarkis dengan bantuan Polietilen Glikol (PEG) dalam perengkahan minyak kelapa sawit dan plastik LDPE (Low Density Polyethylene). PEG dapat berperan sebagai mesoporogen dimana dalam penelitian ini SZ-4000 memberikan pembentukan mesopori yang optimum dengan ukuran pori 4-11 nm, serta meningkatakn SBET dari 287 m2/g menjadi 400 m2/g dan juga meningkatkan SEXT dari 134 m2/g menjadi 198 m2/g. Namun jumlah situs asam yang dihasilkan akan berkurang. Karakter hierarki zeolit meningkat dengan penambahan PEG, yang mempengaruhi penerapannya dalam mengubah minyak sawit menjadi bensin. Pada uji aktivitas katalitik penggunaan PEG menunjukkan peningkatan produk bensin COM (25,71%) < SZ (30,28%) < SZ-5800 (32,24%) < SZ- 400 (32,79%) < SZ-4000 (34,21%) massa, serta kualitas bensin dapat ditingkatkan dimana semua sampel nilai RON lebih besar dibandingkan COM. Pada perengkahan plastik LDPE menunjukan kemudahan untuk berlangsungnya reaksi ditunjukkan dengan nilai Eobs yang rendah dibandingkan blanko (LDPE), dimana SZ 4000 memiliki energi aktivasi terkecil yaitu 215,438 kJ/mol. Hal ini sejalan dengan hasil bensin pada sampel SZ-4000 yang terbanyak.