Indonesia menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari pada tahun 2030 dengan mengebor lebih dari 1.000 sumur per tahun dan reaktivasi sumur tidak aktif dalam batch kedua. Upaya ini melibatkan analisis reaktivasi sumur idle berdasarkan cadangan minyak yang tersisa dan rekam jejak produksi untuk mengidentifikasi alasan sumur dinonaktifkan sementara. Studi kasus ini memilih beberapa sumur kandidat untuk optimasi dengan menghitung Estimated Ultimate Recovery (EUR) menggunakan metode reciprocal dan decline curve analysis, serta merekomendasikan behind casing opportunity (BCO) pada interval target yang mengandung hidrokarbon tetapi belum dilakukan perforasi. Keterbatasan data menghambat perhitungan jumlah hidrokarbon pada zona BCO yang direkomendasikan. Di lapangan tua W dengan water cut lebih dari 90%, analisis diagnostik air menggunakan chan plot digunakan untuk mengevaluasi kondisi lapangan. Performa sumur di masa depan diprediksi dengan future Inflow Performance Relationship (IPR) melalui sensitivitas penurunan tekanan reservoir, sementara optimasi sumur dilakukan dengan mengganti tipe Electric Submersible Pump (ESP) yang sesuai dengan hasil uji laju produksi terbaru dan ketersediaan di warehouse.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyebab AG-07 dimatikan sementara, karena water cut sudah mencapai 100% pada tahun 2015. Berdasarkan track record produksi dan jumlah remaining reserve pada sumur ini membuktikan bahwa AG-07 dapat direkomendasikan untuk dilakukan reaktivasi kembali. Pada studi kasus ini, terdapat 3 sumur dengan kinerja rendah dan 2 sumur dengan kinerja tinggi. AG-04 direkomendasikan untuk dijadikan sebagai target perforasi, karena dengan formasi yang sama, terlihat bahwa AG-1 dan AG-5 sudah existing di perforasi, sedangkan pada AG-4 masih belum dilakukan perforasi. Dengan melakukan perhitungan EUR, dipilih 3 kandidat sumur dengan jumlah remaining reserve yang paling banyak untuk dilakukan analisis water diagnostic dan optimisasi sumur, yaitu AG-01, AG-02, AG-04. Evaluasi water diagnostic dapat menggunakan kurva chan plot untuk menentukan kondisi sumur antara terjadi water coning atau multilayer channeling. Pada studi kasus ini, 3 kandidat sumur tersebut mengalami water coning. Hal ini divalidasi dengan water cut pada lapangan ini sangat tinggi. Sumur pada lapangan W ini memiliki water cut sangat tinggi, sehingga dipilih IPR dengan 3 fasa untuk menjelaskan kemampuan sumur dalam berproduksi. Kurva IPR dengan model Wiggins pada 3 kandidat sumur ini menjelaskan bahwa laju alir pada minyak sangat kecil dibandingkan air dengan test rate yang berada di luar rule of thumb. Hal ini diperlukan optimisasi menggunakan pengangkatan buatan jenis electrical submersible pump dengan tujuan untuk meningkatkan laju alir dan mengubah test rate masuk ke dalam rule of thumb. Optimisasi dapat dilakukan dengan mengganti tipe ESP yang disesuaikan oleh range test rate dengan laju alir setelah dilakukan sensitivitas terhadap penurunan reservoir, yaitu ESP tipe REDA DN440 dengan range rate 83-550 STB/d.