Adanya fenomena pemindahan Ibu Kota Indonesia bertajuk Ibu Kota Nusantara
(IKN), dari Jakarta ke Pulau Kalimantan telah menciptakan pusat kegiatan berskala
besar yang baru pada wilayah peri-urbannya. Tingginya permintaan lahan di
wilayah peri-urban mendorong pengguna dan pemilik lahan untuk melakukan
komodifikasi lahan. Komodifikasi merupakan suatu proses di mana objek menjadi
dapat diperdagangkan dan ditransaksikan di pasar, sehingga diperlukan upaya
untuk memodifikasi barang, jasa, atau atribut sehingga memiliki nilai.
Komodifikasi lahan di IKN dipicu oleh program dan kebijakan pemerintah
(government-led development) berupa pembangunan kota baru beserta
infrastrukturnya. Studi mengenai bagaimana komodifikasi lahan, instrumen
keuangan, dan bentuk-bentuk pengambilalihan (perampasan) lahan yang dilakukan
di Global South masih sangat sedikit.
Kerangka teori dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sirkuit komoditas
melihat bahwa status komoditas merupakan hasil dari lintasan ruang-waktu dan
dengan demikian memberikan wawasan tentang mengapa objek dan atribut tertentu
menjadi komoditas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjelaskan
karakteristik, bentuk, dan proses komodifikasi lahan dan perumahan di wilayah
peri-urban IKN. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan penyajian
eksplanatori. Pengumpulan data dilakukan secara primer melalui wawancara dan
observasi. Fokus deliniasi penelitian ini adalah pada Kecamatan Sepaku dan batas
terluar deliniasi IKN. Tipologi wilayah peri-urban menjadi 3 (tiga) tipe berdasarkan
karakteristik komodifikasi dan pola pembangunan yang terjadi.
Temuan studi menunjukkan bahwa hampir seluruh lahan masyarakat merupakan
lahan bekas program transmigrasi dan tersedia lahan yang luas untuk
dikomodifikasi. Komodifikasi masyarakat dipicu oleh tarikan dari kegiatan
pembangunan IKN. Bentuk komodifikasi yang terjadi seperti menyewakan,
membangun tempat usaha, dan memasarkan kavling. Selain itu, terdapat pula
kegiatan transaksi lahan yang dilakukan secara informal dengan menggunakan
surat perjanjian jual-beli. Keran investasi terbuka lebar sebagai upaya finansialisasi
kawasan yang secara tidak langsung merupakan bentuk komodifikasi lahan skala
besar di pasar bebas. Secara spasial, dapat dilihat bahwa dominasi pembangunan
baru bersifat linier terhadap koridor jalan utama. Upaya komodifikasi lahan yang
dilakukan oleh masyarakat bergantung pada seberapa besar modal awal yang
mereka miliki dan motivasi berwirausaha.iii
Dari sisi produksi, proses komodifikasi terkendala oleh pasokan tenaga kerja dan
bahan bangunan yang masih relatif sulit diakses. Sementara itu, dari sisi pemasaran,
hasil komodifikasi lahan diharapkan dapat diserap oleh para pendatang dan investor
yang akan semakin banyak mendiami deliniasi IKN. Kajian regulasi yang
ditetapkan pemerintah di deliniasi IKN berupa pembekuan lahan hanya dapat
mencegah terjadinya legalisasi transaksi tanah dan tidak dapat membatasi aktivitas
jual beli. Secara umum, penetapan regulasi dalam pengembangan IKN, baik dari
sisi pertanahan maupun tata ruang, masih bersifat dinamis sehingga menimbulkan
spekulasi dalam bentuk komodifikasi. Lebih lanjut, di setiap tingkatan, para pelaku
di IKN tidak mendapatkan sosialisasi yang baik terkait aturan, regulasi, dan
prosedur baku, sehingga komodifikasi lebih bersifat sporadis. Dalam skala yang
lebih luas, untuk mencegah terjadinya urban sprawl, OIKN berkomitmen untuk
mendorong kerja sama dengan daerah penyangga untuk bersinergi dalam
pengendalian tata ruang dan rencana zonasi.