Menurut OECD (2023), ”praktek penghindaran pajak menyebabkan kehilangan pendapatan negara sebesar USD 100-240 miliar per tahun, setara dengan 4-10% dari pajak penghasilan perusahaan secara global.” Dan menurut Global Financial Integrity (2013), “Indonesia menduduki peringkat kesembilan di Asia terkait isu kerugian pajak.” Salah satu praktik penghindaran pajak adalah thin capitalization. Perusahaan cenderung memilih hutang dibandingkan ekuitas dalam pendanaannya. Hal ini dikarenakan hutang memiliki unsur biaya bunga yang dapat dikurangkan dari perhitungan pendapatan kena pajak. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan thin capitalization untuk membatasi praktik pengalihan hutang sebagai salah satu skema dalam penghindaran pajak pada tahun 2015. Penelitian ini menguji pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran pajak pada perusahaan healthcare yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penghindaran pajak diwakili oleh Effective Tax Rate (ETR) dan thin capitalization diwakili oleh Maximum Amount of Debt (MAD). Terdapat dua variabel kontrol dalam penelitian ini yakni ukuran perusahaan dan profitability. Ukuran Perusahaan diwakili oleh lon dari total assets, sedangkan profitabilitas diwakili oleh Return on Assets (ROA). Berdasarkan laporan tahunan pada 6 perusahaan healthcare yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021, Hasil regresi mengindikasi bahwa thin capitalization berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Artinya perusahaan yang memiliki thin capitalization tinggi cenderung memiliki effective tax rate yang juga tinggi. Akan tetapi ukuran perusahaan dan profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak.