digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK _DINDA DWIANA INEMA
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Minyak kelapa sawit menduduki sector industri terbesar di Indonesia dengan jumlah ekspor sekitar 22,67 juta ton per tahun 2022. Dalam 1 ton Tandan Buah Sawit (TBS) membutuhkan 1 m3 air bersih dalam proses produksinya. Limbah cair yang dihasilkan dari produksi minyak kelapa sawit setara dengan 0,6-0,8 m3 per 1 m3 air bersih yang digunakan. Dengan kata lain, industri minyak kelapa sawit tergolong industri yang tidak hemat energy dan berpotensi mencemari lingkungan. Pada umumnya limbah cair yang dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME) diolah menggunakan proses anaerob-aerobik yang menyisakan lumpur yang dikenal dengan Palm Oil Mill Sludge (POMS). Kedua jenis limbah ini masih memiliki nilai fungsi apabila diolah dengan baik salah satunya menjadikan POME sebagai bahan baku air daur ulang untuk unit boiler. POME terolah mengandung magnesium dan kalsium terlarut sebesar 81,84 mgl/ dan 54,85 mg/l yang dapat memicu terbentuknya kerak pada peralatan boiler. Kendati demikian, POME memerlukan perlakuan tambahan untuk menghilangkan kandungan Mg2+ dan Ca2+ yang cukup tinggi dan berpotensi menyebabkan kerak pada unit boiler. POMS diaktivasi menggunakan senyawa KOH 4 M dan termal menggunakan pirolisis pada suhu 700 oC dengan injeksi gas nitrogen 1,2 L/menit selama 1 jam. Pengujian adsorpsi menggunakan SBAC dilakukan pada suhu 25 ± 1 oC, pH 7,12, dan kecepatan pemutaran 1000 rpm. Air sadah diperoleh dari pencampuran garam MgCl2 sebanyak 3 gram dan CaCl2 sejumlah 1,67 gram dalam 1000 ml air akuades akan menghasilkan air sadah dengan konsentrasi sebesar 103-105 mg/l. Kondisi optimum diperoleh pada waktu kontak 45 menit dengan dosis adsorben 1,8 gram dengan kecepatan pemutaran 1000 rpm pada suhu 25 ± 1 oC dan pH 7,12. Efisiensi penyisihan untuk SBAC dalam menyisihkan kalsium dan magnesium berturut-turut adalah 78.89% dan 73.33% dengan kapasitas adsorpsi 4.39 mg/g untuk penyisihan kalsium dan 1.09 mg/g untuk penyisihan magnesium. Pada uji FTIR ditemukan gugus hidroksil (O-H) dan karboksil (-COOH) pada permukaan SBAC yang dapat menarik ion magnesium dan ion kalsium ke permukaan. Berdasarkan pengujian SEM-EDS ditemukan bahwa ukuran pori yang terdeteksi pada perbesaran maksimal adalah 0,5-1 mikron dengan bentuk permukaan yang asimetris dan kasar berpori. Sedangkan uji EDS menunjukkan bhawa permukaan SBAC yang semula mengandung 1,04% magnesium dan 1,94% kalsium mengalami peningkatan setelah mengalami proses adsorpsi sebesar 4,31% untuk Mg dan 6,91% untuk Ca yang mengindikasikan bahwa ion magnesium dan ion kalsium berhasil terjerap pada pori pori permukaan SBAC yang mikroporus. Sludge Based Activated Carbon (SBAC) dengan karakteristik bilangan iodine sebesar 821 mg/g dengan kadar air, kadar abu, kadar volatile, dan Fixed Carbon berturut-turut adalah 11.5%, 23.63%, 15.37%, dan 62.96%. Hasil uji PSA menunjukkan bahwa ukuran pori SBAC terklasifikasi mikroporus yaitu berukuran 1,7 nm dengan pola model isoterm Langmuir dan kinetika adsorpsi first order. Aplikasi Eksisting SBAC terhadap POME PT. X mengalami penurunan efisiensi penyisihan sebesar 51,41% untuk ion Ca2+ dan 60,20% untuk ion Mg2+. Apabila SBAC dibandingkan dengan CAC terlihat bahwa SBAC memiliki kemampuan penjerapan yang lebih baik dibandingkan CAC dalam menjerap ion magnesium dan ion kalsium. Produksi SBAC mengalami penyusutan massa sebesar 58,38% sehingga dalam menerapkan SBAC sebagai adsorben memerlukan kajian lanjutan terkait biaya produksi dan pemeliharaan SBAC. Biaya produksi yang diperlukan dalam menyiapkan lumpur IPAL Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi SBAC adalah Rp 1.193.827,43 dengan masa regenerasi SBAC sebanyak 3 kali.