digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
PUBLIC Dessy Rondang Monaomi

Petir merupakan permasalahan masyarakat modern yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan teknologi. Masyarakat modern saat ini membutuhkan infrastruktur berupa berbagai fasilitas, sistem kelistrikan, sistem telekomunikasi, sistem pemrosesan data, sistem instrumentasi dan kontrol. Semua infrastruktur tersebut sangat rentan terganggu oleh cuaca. Cuaca yang paling berpengaruh adalah cuaca yang dihasilkan oleh awan Cumulonimbus (CB). Awan CB dapat menghasilkan petir dikarenakan pertumbuhan awan ini terjadi secara vertikal dan memungkinkan terjadinya pemisahan muatan di dalam awan. Kemudian, terjadi elektrifikasi di dalam awan dan terjadi petir. Indonesia dikenal sebagai Negara kontinen maritim dan terletak di daerah tropis, sehingga kondisi geografis ini sangat mendukung untuk menghasilkan banyak awan CB. Syarat terbentuknya awan CB adalah updraft (udara naik ke atas akibat pemanasan permukaan tanah atau sifat orografis dari permukaan tanah tersebut), aerosol (partikel higroskopis dari garam laut dan industri) dan udara lembab. Indonesia memiliki banyak pulau sehingga terdapat banyak updraft. Indonesia juga memiliki hutan tropis dengan kelembaban yang tinggi. Indonesia juga memiliki banyak industri dan garam laut, sehingga kandungan aerosol menjadi tinggi. Indonesia juga mendapat pengaruh angin monsoon yang mendukung pembentukan awan petir. Angin monsoon disebabkan oleh adanya perbedaan panas antara daratan dan lautan yang berganti setiap musim. Angin Monsoon bertiup dari benua Asia pada musim hujan, melewati sumatera selatan, daerah pegunungan jawa barat ke benua Australia. Bulan Desember hingga Januari adalah musim hujan, sedangkan Maret, April dan Mei adalah periode transisi dengan kejadian petir lebih banyak dari musim hujan. Angin Monsoon bertiup dari Australia dimana membawa tekanan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, membawa udara kering. September, Oktober dan November merupakan periode transisi yang memiliki banyak petir. Selama angin monsoon bertiup dari Australia ke Asia melalui Indonesia, angin ini akan membawa sejumlah besar air ketika melewati lautan. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan kerapatan petir tertinggi di dunia Sambaran petir dapat menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan, kerusakan pada peralatan, kebakaran bahkan dapat merenggut korban manusia. Ancaman sambaran petir dapat dibedakan menjadi sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Sambaran langsung dapat menyebabkan efek hancur, mati, meledak dan terbakar. Sambaran tidak langsung dapat menyebabkan masalah konduksi, elevasi tegangan dan induksi tegangan. Untuk mencegah bahaya sambaran petir maka perlu dipelajari karakteristik petir, yang dikenal sebagai parameter petir. Parameter petir terdiri atas arus puncak, kecuraman arus, muatan arus dan gaya impuls. Salah satu parameter petir yang cukup signifikan pengaruhnya yaitu arus puncak petir. Parameter arus puncak petir memberikan pengaruh pada desain sistem proteksi petir yang dipilih. Untuk meminimalkan bahaya sambaran petir, perlu didesain sistem proteksi petir yang baik, yang menggunakan parameter petir sesuai dengan karakteristik petir di area yang akan diproteksi. Pengukuran arus puncak petir merupakan salah satu cara penting untuk memperoleh karakteristik petir pada suatu lokasi tertentu. Disertasi ini menyajikan kebaruan dalam hal pengukuran arus puncak petir menggunakan jaringan tower dan struktur yang dilengkapi dengan alat ukur pita magnetik, yang dikenal sebagai instrumented tower. Alat ukur pita magnetik dikalibrasi dengan menggunakan generator surja arus tinggi dengan beberapa variasi seperti posisi pita, frekunsi dan jenis pita. Kemudian, disertasi ini memberikan analisis karakteristik arus puncak petir yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain geografi, ketinggian lokasi, jarak dari pantai garis lintang dan garis bujur. Disertasi ini juga menyajikan statistik arus puncak petir baru di tropis khususnya Indonesia. Pada penelitian, diperoleh sebanyak 166 data arus puncak petir di berbagai lokasi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah dataran rendah memiliki nilai arus puncak petir tertinggi, sedangkan daerah perbukitan memiliki arus puncak petir terendah. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya korelasi antara arus puncak petir dan garis lintang. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa arus puncak petir yang lebih tinggi cenderung terdapat di daerah dengan garis lintang rendah dan daerah dekat dengan ekuator. Disertasi ini menunjukkan bahwa setiap wilayah mempunyai statistik yang berbeda, oleh karena itu, statistik yang menjanjikan dapat digunakan dalam merancang sistem proteksi petir yang tepat untuk wilayah tertentu.