Pengembangan lahan skala besar merujuk pada pembangunan pada area yang luas
dengan nilai investasi tinggi dari sektor publik maupun swasta yang terwujud dalam
berbagai bentuk perubahan guna lahan. Keterlibatan aktor dengan berbagai
kepentingan dalam pengelolaan sumber daya dan pengendalian dampak
mengakibatkan proses pengembangan lahan dipenuhi dengan dinamika kekuasaan,
di mana para aktor sering kali menggunakan kekuasaan khusus untuk mengubah
tatanan institusional seperti peraturan dan kebijakan. Akibatnya, timbul
kompleksitas pembangunan yang semakin tinggi serta hasil dan dampak yang tidak
sesuai rencana pada area pembangunan dan ruang perkotaan yang lebih luas. Dalam
menjelaskan proses pengembangan lahan skala besar yang kompleks tersebut,
beberapa pendekatan telah digunakan dalam pengembangan kerangka teoretis atau
model, diantaranya berakar dari ekonomi neoklasik, ekonomi politik, maupun
institusionalisme. Berdasarkan perdebatan literatur terakhir, belum terdapat
penelitian yang mampu menjelaskan dengan baik bagaimana pengaruh dari
perubahan struktur institusional yang lebih luas dan perilaku aktor terkait relasi
kekuasaan dalam menentukan proses pengembangan lahan skala besar. Penelitian
ini mengembangkan kerangka teoretis dari pendekatan institusionalisme yang
masih belum banyak digunakan, yaitu historical institutionalism yang
diintegrasikan dengan teori relasi kekuasaan three-dimensional power dari Steven
Lukes untuk diterapkan pada konteks pengembangan lahan. Adapun pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan deduktif dengan merumuskan
kerangka teoretis atau model hipotetik untuk diuji ke kasus empiris berlandaskan
paradigm critical realism. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif
menggunakan studi kasus pada Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dilakukan analisis
terhadap data-data sekunder terkait dokumen rencana, hasil studi, peraturan
perundangan, kebijakan, artikel ilmiah, laporan, dan berita dari media popular
terkait studi kasus serta data primer yang diperoleh melalui wawancara semiterstruktur dan observasi. Hasil penelitian ini mampu menjelaskan bagaimana para
aktor menggunakan kekuasaan mereka untuk merancang dan mengubah institusi,
khususnya pada masa krisis (perubahan eksogen), dan secara timbal balik
bagaimana institusi-institusi tersebut menjadi tahan lama (path-dependent) danii
melanggengkan kekuasaan eksklusif dalam pengembangan lahan skala besar dari
waktu ke waktu. Kemudian, perubahan institusional yang terjadi dalam konteks site
pengembangan lahan skala besar dan struktur yang lebih luas saling terkait melalui
relasi kuasa yang terhubung antar tingkat atau unit spasial yang berbeda karena
adanya aktor-aktor pengembangan lahan yang sama yang membangun jejaring
kekuasaan dan memegang peran kunci di berbagai tingkatan tersebut. Selain itu,
penelitian ini mampu melihat lebih jauh adanya dinamika perubahan kepentingan
individu, perilaku oportunis, dan penggunaan kekuasaan secara aktif dari waktu ke
waktu yang tidak dijelaskan pada penelitian sebelumnya. Pada kasus ini, bukan
hanya perubahan eksogen, namun juga perubahan endogen yang dipicu dari
perilaku oportunis aktor internal pengembangan lahan yang berpengaruh besar
terhadap jalur pengembangan lahan skala besar. Relasi kekuasaan yang kuat dan
terbangun secara historis hampir tiga dekade di antara kelompok pengembang dan
kelompok “elit” di dalam struktur pemerintahan memiliki signifikansi terhadap
hasil dan dampak pada pengembangan lahan Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan
ruang perkotaan lainnya.