digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sampah selalu menjadi permasalahan setiap wilayah, terutama di Indonesia. Komposisi sampah di tiap kota menunjukkan bahwa 70% dari total sampah kota adalah sampah organik dan sekitar 60% dari seluruh sampah kota tersebut dihasilkan dari sampah rumah tangga. Pengolahan sampah organik menjadi penting karena dapat mengurangi sebagian besar timbulan sampah dan mengatasi masalah sampah kota secara keseluruhan. Metode pengolahan sampah organik yang paling ekonomis dan ramah lingkungan adalah pengkomposan. Proses pengkomposan merupakan proses yang merubah material organik menjadi material yang lebih stabil yang mengandung substansi humus melalui tahap termofilik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dalam proses pengkomposan terjadi perubahan jenis mikroba pada masing-masing fasenya. Fase inisiasi didominasi oleh mikroba mesofilik lalu pada fase utama timbul mikroba jenis termofilik kemudian pada fase pendinginan dan pematangan terbentuk kembali jenis mikroba mesofilik yang baru. Hal ini ditunjukkan dari perubahan temperatur yang signifikan selama pergantian fase pada proses pengkomposan. Berbagai macam metoda telah dilakukan untuk memperoleh berbagai jenis mikroba yang terlibat selama proses pengkomposan berlangsung. Pengamatan sifat fisikokimia selama proses pengkomposan merupakan metoda paling sederhana yang dapat menjelaskan pola pergantian fase-fase proses pengkomposan tersebut. Sifat fisikokimia yang sangat penting untuk diamati adalah perubahan temperatur dan pH. Data temperatur dan pH dapat menentukan fase-fase dalam pengkomposan dan menjadi basis data yang cepat, mudah dan sederhana yang dapat digunakan untuk patokan penelitian mengenai proses pengkomposan sebelum dimulai analisis lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisikokimia dari proses pengkomposan dan membahas pola perubahan sifat tersebut terhadap jenis mikroba dan proses degradasi sampah di tiap fase-fasenya. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan reaktor sampah skala medium. Selanjutnya pengambilan sampel kompos di pasar tradisional untuk mengamati optimasi proses pengkomposan dalam reaktor. Setelah diperoleh bahwa temperatur kompos dalam reaktor tidak dapat mencapai tinggi, dilakukan pengambilan sampel lagi di tempat pengkomposan TPS Cibangkong. Penentuan titik sampel kompos dilakukan dengan mengamati perubahan temperatur dan pH yang terjadi selama proses pengkomposan. Titik sampel yang diambil tersebut mewakili setiap fase yang ada di dalam proses pengkomposan. Pembuatan kompos menggunakan reaktor menghasilkan proses degradasi yang masih cukup lama dan tidak mencapai temperatur termofilik. Temperatur tertinggi yang diperoleh dari kompos dalam reaktor hanya mencapai 43,3 oC dan proses pematangan mencapai 3-4 bulan dari saat pertama kali dimasukkan sampah segarnya. Kapasitas reaktor yang tidak besar dan sistem aerobik yang tidak berjalan dengan baik mengakibatkan kenaikan temperatur menjadi terhambat. Proses anaerobik yang terjadi di dalam reaktor mengakibatkan timbulnya bau busuk seperti kotoran sapi, terutama pada keluaran air lindi yang mengalir keluar dari reaktor. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa reaktor pengkomposan yang didesain masih membutuhkan optimasi lebih lanjut dan belum bisa digunakan dalam pengambilan data sifat fisikokimia dari tiap fase selama proses pengkomposan. Pengambilan sampel kompos sampah kota dilakukan di TPS Cibangkong dimana suhu maksimum pengkomposan mencapai 70oC. pH selama proses juga mengalami perubahan dari 6 menjadi 10 saat fase utama kemudian turun hingga 8 saat fase pendinginan dan pematangan. Titik sampel diambil pada hari 3, 14 dan 28 dimana temperatur rata-rata masing-masing sampel adalah 44oC, 69,5oC, dan 37,5oC. Berdasarkan perubahan temperaturnya, mikroba yang hidup di fase inisiasi adalah jenis mikroba mesofilik lalu pada fase utama adalah jenis termofil kemudian pada fase pendinginan dan pematangan tumbuh jenis mesofil kembali. Berdasarkan aktifitas degradasi dari perubahan pH, mikroba mesofilik pada fase inisiasi merupakan jenis bakteri fermentasi yang mendegradasi substrat organik yang mudah terdegradasi dan menurunkan nilai karbon organik. Selanjutnya pada fase utama, bakteri proteolitik mulai mendegradasi protein dan melepaskannya dalam bentuk gas amoniak. Setelah itu, terbentuk mikroba mesofilik baru yang berfungsi menghancurkan komponen organik yang lebih kompleks.