digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Implementasi Last Planner System (LPS) khususnya production planning masih belum dilakukan secara optimal oleh beberapa negara, termasuk Indonesia. Hal ini terindikasi dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penerapan Looahead Planning (LAP), Weekly Work Planning (WWP) dan Learning yang masih dilakukan sebagian, dimana terdapat beberapa aspek dari tahapan tersebut yang tidak dilakukan karena tim proyek mengalami beberapa tantangan. Padahal, LAP dan WWP sebagai bagian dari production planning merupakan aspek paling penting dalam LPS. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengisi celah/gap yang ada, dengan melakukan kajian pada proyek konstruksi di Indonesia yang sedang menerapkan LPS, khususnya production planning. Kajian tersebut terdiri atas mengidentifikasi sejauh mana adopsi production planning yang dilakukan oleh PT. A, mengidentifikasi sejauh mana implementasinya di suatu proyek, dan mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh tim proyek selama production planning. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi dan wawancara kepada pihak yang terlibat langsung dalam production planning baik pada level perusahaan (PT. A) maupun tim proyek di lapangan (Proyek X), sehingga akan didapatkan perbandingan production planning antara teori LPS, adopsi perusahaan, dan implementasi di lapangan. Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif, didapatkan hasil bahwa pengadopsian PT. A belum dilakukan sepenuhnya sesuai dengan teori LPS yang ada dengan hanya memenuhi 4 dari 6 aspek yang ada. Sedangkan tahapan WWP dan Learning telah memenuhi seluruh aspek yang ada pada teori. Implementasi di proyek X sebagai benchmark project di PT. A masih dilakukan sebagian dimana beberapa aspek dihilangkan atau bahkan tidak dilakukan. Hal tersebut terindikasi dari tahapan LAP yang sudah tidak digunakan sehingga proses explosion, constraint analysis dan make ready tidak dilakukan. Kemudian pada tahapan WWP hanya 1 dari 4 aspek yang diimplementasikan dan pada tahapan Learning hanya 1 dari 3 aspek yang diimplementasikan. Implementasi yang masih dilakukan sebagian ditemukan pada beberapa proyek baik di Indonesia maupun di luar negeri yang sudah lebih lama mengimplementasikan, dimana analisis kendala dan make-ready merupakan proses yang sukar diterapkan secara konsisten. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa implementasi production planning, khusunya tahapan LAP masih mengalami banyak hambatan. Hambatan yang teridentifikasi paling banyak ialah hambatan yang bersumber dari penggunanya (user) dimana salah satu hambatan tersebut terkait dengan pemahamam tim proyek mengenai konsep production planning, sehingga berpengaruh terhadap implementasi di lapangan. Pendekatan yang dilakukan dalam implementasi LPS bukan hanya sekedar berfokus pada penerapan tools-nya saja, melainkan harus melakukan change management secara keseluruhan yaitu perubahan baik dari cara bekerja, pemikiran (mindset), perilaku serta budaya orang - orang di dalamnya.