Flokulan adalah polimer rantai panjang yang larut dalam air yang digunakan untuk memisahkan zat padat
atau partikel dari larutan tersuspensi. Beberapa flokulan anorganik berupa polimer sintetik dapat
menyebabkan polusi sekunder dan menimbulkan masalah lingkungan, tidak mudah terdekomposisi secara
biologis, mengandung logam berupa alumunium dan besi hidroksida yang residunya dalam air minum dapat
terakumulasi dalam sel tubuh manusia serta menimbulkan dampak langsung pada kesehatan manusia saat
dikonsumsi. Flokulan berbasis polimer alami, karena biodegradabilitas dan kemampuannya dalam
beregenerasi, dapat memenuhi permintaan yang meningkat akan bahan yang ramah lingkungan.
Penggunaan selulosa yang merupakan polimer alami sebagai flokulan sudah banyak dilakukan. Namun,
isolasi selulosa dari tanaman masih belum banyak diteliti, khususnya dari Boehmeria nivea (tanaman rami).
Selama ini, tanaman rami digunakan sebagai bahan dasar tekstil pengganti kapas dan masih berpotensi
untuk dikembangkan. Serat rami yang digunakan sebagai bahan dasar tekstil merupakan bast fiber yang
berasal dari kulit batang rami. Sementara itu, batang rami yang tidak digunakan lagi masih mengandung
selulosa dan dapat dimanfaatkan kembali. State-of-the-art penelitian ini akan mengisi beberapa gap
penelitian sebelumnya, yaitu mensintesis flokulan kationik dan anionik berbasis biologi dari selulosa yang
berasal dari limbah tanaman rami sebagai backbone biopolimer. Biopolimer anionik yang digunakan
merupakan hasil isolasi ?-selulosa, sementara biopolimer kationik merupakan hasil modifikasi ?-selulosa
melalui proses alkalisasi dan kationisasi.
Isolasi ?-selulosa dari limbah tanaman rami dilakukan melalui tahapan prehidrolisis menggunakan asam
asetat (CH3COOH), delignifikasi menggunakan natrium hidroksida (NaOH), dan bleaching menggunakan
asam asetat dengan natrium klorit (NaClO2). Beberapa konsentrasi NaOH pada proses delignifikasi
digunakan, kemudian dilakukan percobaan pendahuluan menggunakan air baku artifisial suspensi kaolin (5
g/L) dengan turbiditas sebagai parameter uji, yang menunjukkan bahwa ?-selulosa sebagai flokulan dalam
proses koagulasi-flokulasi dapat membantu Poly Aluminium Chloride (PAC) dalam meningkatkan efisiensi
penyisihan turbiditas secara signifikan menurut analisis statistik, yaitu Uji One-Way ANOVA dengan
Duncan's Multiple Range Test sebagai pos-analisis. Karakterisasi ?-selulosa dilakukan dengan
menggunakan Fourier-transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Zeta Potential Analysis (ZPA) dan
Scanning Electron Microscopy (SEM) dengan Energy dispersive X-ray Spectroscopy (EDX). Selain itu, Uji
T sampel independen menunjukkan bahwa persentase rata-rata penyisihan turbiditas ?-selulosa tanpa proses
bleaching dan dengan proses bleaching tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga isolasi dan
modifikasi ?-selulosa sebagai flokulan dilakukan tanpa proses bleaching.
Sintetis dan modifikasi ?-selulosa menjadi biopolimer kationik dilakukan melalui proses alkalisasi dengan
NaOH dan urea, yang dilanjutkan dengan proses kationisasi menggunakan reagen 3-chloro-2-
hydroxypropyl-trimethylammonium chloride (CHPTAC). Biopolimer kationik yang dihasilkan diuji
kemampuan flokulasinya pada proses koagulasi-flokulasi dengan PAC sebagai koagulan dan pada proses direct flocculation. Direct flocculation adalah proses pengolahan air tanpa penambahan koagulan, dengan
menggunakan polimer, dalam hal ini adalah biopolimer kationik tanaman rami yang dapat bertindak sebagai
koagulan dan flokulan. Percobaan dilakukan dengan sampel air baku artifisial menggunakan suspensi kaolin
(5 g/L), reactive orange 16 (RO16) (10 ppm), dan tannic acid (1 g/L) dengan parameter uji berupa turbiditas
dan warna. Sampel air baku artifisial tersebut dipilih karena memiliki nilai zeta potensial negatif. Analisis
data dilakukan dengan analisis statistik One-Way ANOVA serta Duncan's Multiple Range Test. Dapat
disimpulkan bahwa biopolimer kationik merupakan kandidat biomaterial yang baik untuk flokulan alami
dalam menghilangkan turbiditas dan warna, dengan persentase penyisihan turbiditas 5-10% lebih baik
dibandingkan dengan PAC setelah 15 menit pengendapan dengan dosis yang sama.
Selain itu, dilakukan analisis performa berbagai jenis biopolimer anionik sebagai flokulan dalam proses
direct flocculation. Biopolimer anionik yang dihasilkan dari limbah batang tanaman rami dibandingkan
dengan biopolimer selulosa lainnya yaitu ?-selulosa Boehmeria nivea, ?-selulosa Calotropis gigantea, dan
?-cellulose powder (komersil). Karakterisasi secara fisik dan kimia biopolimer kationik dan anionik serta
endapan hasil penyisihan dilakukan dengan menggunakan ZPA, FTIR, Particle Size Analysis (PSA),
Particle Size Distribution (PSD), SEM-EDX, dan fluid imaging menggunakan FlowCAM. Hasil
karakterisasi menunjukkan bahwa modifikasi ?-selulosa menjadi biopolimer kationik dan anionik berhasil
dilakukan. Selain itu, endapan hasil penyisihan juga menunjukkan bahwa berbagai jenis flokulan yang
digunakan berhasil menyisihkan logam berat (Pb dan Cd), warna (RO16), serta turbiditas (suspensi kaolin),
walaupun masih belum bisa menyisihkan senyawa organik (tannic acid) melalui proses direct flocculation.
Percobaan menggunakan air baku permukaan dari Sungai Cikapundung menunjukkan bahwa hasil sintesis
biopolimer kationik dari Boehmeria nivea memiliki solubilitas di air dan dapat diaplikasikan sebagai
flokulan, baik dalam proses koagulasi-flokulasi dalam membantu koagulan (PAC), maupun dalam
proses direct flocculation tanpa penggunaan koagulan. Parameter uji yang digunakan dalam
percobaan adalah turbiditas, dimana biopolimer kationik memberikan efisiensi penyisihan hingga
30% lebih tinggi pada 5 menit pengendapan dibandingkan dengan PAC, dengan dosis 50% lebih
rendah dari PAC. Hal ini dikarenakan biopolimer kationik dan anionik berpotensi untuk memiliki
dwifungsi, sebagai koagulan dan flokulan karena memiliki muatan pada rantai polimernya.
Degradabilitas biopolimer juga telah diuji berdasarkan Standard Methods for Testing the Aerobic
Biodegradation of Polymeric Materials, yaitu metode tes OECD 301. Parameter yang diukur yaitu senyawa
organik dalam COD dan BOD serta Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) untuk mengetahui
pertumbuhan biomassa di dalam media cair. Peningkatan biomassa dalam nilai MLSS dan penurunan
jumlah senyawa organik dalam COD dan BOD pada sampel air selama 5 hari membuktikan bahwa
biopolimer memiliki biodegradabilitas. Rasio lumpur endapan BOD/COD berkisar antara 0.30-0.53 yang
dapat mengidentifikasi biodegradabilitas dan non-toksisitas lumpur endapan biopolimer.
Penggunaan biopolimer dari tanaman rami sebagai flokulan pada proses koagulasi-flokulasi menunjukkan
bahwa biopolimer tersebut memerlukan koagulan sebelum proses flokulasi, sementara penggunaan
biopolimer sebagai flokulan pada direct flocculation menunjukkan bahwa biopolimer tersebut mampu
diaplikasikan secara langsung pada proses koagulasi tanpa penambahan koagulan. Biopolimer dan lumpur yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi maupun direct flocculation tersebut dapat terdegradasi
secara biologis, dapat diregenerasi dan dapat diguna-ulang. Flokulan rami mempunyai prospek untuk
digunakan sebagai flokulan alternatif yang sekaligus dapat berfungsi sebagai koagulan karena karakteristik
utama biomaterial yaitu memiliki muatan positif dan negatif, serta bentuk polimer berantai panjang.
Penggunaan selulosa Boehmeria nivea sebagai flokulan yang dapat direkayasa sebagai kationik dan anionik
telah dibuktikan dapat menghilangkan suspended solids, turbiditas, dan senyawa organik lebih baik daripada
koagulan berbasis logam konvensional (PAC).