digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Javaughn Abel Irawan
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 6 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 7 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 8 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 9 Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Javaughn Abel Irawan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Perancangan gedung super tinggi perlu menggunakan metode desain seismik berbasis kinerja (performance-based seismic design, PBSD) agar didapatkan desain yang lebih ekonomis daripada metode desain konvensional. Desain seismik berbasis kinerja terdiri dari tahap desain awal dan tahap evaluasi nonlinear. Tahap desain awal dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan metode, selama tahap evaluasi nonlinear menyatakan respons bangunan memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan. Berbagai cara telah dikembangkan untuk mendapatkan desain paling optimal, dua di antaranya adalah metode Cs,rata-rata dan pendekatan desain dua tahap berdasarkan TBI 2017 dan LATBSDC 2020. Metode Cs,rata-rata yaitu menggunakan Cs,rata-rata (nilai rerata Cs,aktual dan Cs,min) dalam desain respons spektra berdasarkan SNI 1726-2019 sebagai pengganti batasan Cs,min. Pendekatan desain dua tahap (two-level design approach) yaitu tahap pertama mendesain struktur secara elastis linear terhadap beban level layan/servis untuk memenuhi kemampulayanan bangunan, yang kemudian pada tahap kedua dievaluasi terhadap beban maksimum untuk mendapatkan kinerjanya. Kedua metode desain seismik berbasis kinerja tersebut memiliki prinsip desain dan parameter-parameter seismik yang berbeda satu sama lain, khususnya pada level beban desain dan faktor modifikasi respons, yang dibahas perbandingannya pada studi ini. Rancangan awal dan respons dinamis nonlinear struktur terhadap beban maksimum untuk kedua metode desain seismik berbasis kinerja tersebut juga dibandingkan untuk menentukan metode desain yang lebih optimal. Selain itu, gedung super tinggi memiliki parameter redaman yang dinilai lebih kecil daripada gedung yang relatif lebih pendek. Pada studi ini akan dievaluasi nilai redaman viskus ekivalen untuk merepresentasikan total disipasi energi gedung super tinggi pada level kerusakan maksimum, pengaruh variasi amplitudo respons struktur terhadap nilai redaman, serta sensitivitas respons struktur terhadap pemodelan redaman viskus dalam analisis nonlinear. Studi kasus dilakukan pada struktur gedung beton bertulang super tinggi 70 lantai (301 m) dengan sistem dinding geser inti dengan balok kopel dan rangka pemikul momen yang dilengkapi dengan outrigger dan belt-truss baja sebagai sistem struktur utama. Hasil desain dan analisis nonlinear gedung tinjauan dengan periode fundamental 10 detik dengan menggunakan kedua metode yang telah disebutkan menunjukkan bahwa masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan relatif satu sama lain. Metode Cs,rata-rata menghasilkan desain penulangan 4% lebih banyak, kinerja struktur lebih baik (85% CP pada elemen balok kopel), namun kinerja struktur yang lebih buruk pada elemen balok induk (67% CP) dan kolom (75% LS), dan simpangan antar lantai maksimum yang lebih besar (2,09%). Pendekatan desain dua tahap menghasilkan desain penulangan 4% lebih sedikit, kinerja struktur lebih buruk (93% CP pada elemen balok kopel), namun kinerja struktur yang lebih baik pada elemen balok induk (52% CP) dan kolom (49% LS), dan simpangan antar lantai maksimum yang lebih kecil (1,98%). Rekomendasi praktis masing-masing metode diberikan untuk mengurangi risiko desain ulang pada tahap evaluasi nonlinear. Metode pendekatan desain dua tahap berdasarkan TBI 2017 dan LATBSDC 2020 memberikan hasil desain yang lebih optimal daripada metode Cs,rata-rata, namun memerlukan ketersediaan data gempa periode ulang 43 tahun dengan lebih cepat dan memberikan risiko desain ulang pada pemenuhan syarat kinerja balok kopel. Analisis numerik nonlinear gedung tinjauan untuk level kerusakan moderat (67% LS) hingga maksimum (93% CP) menghasilkan total disipasi energi yang bersesuaian dengan nilai rasio redaman viskus ekivalen untuk analisis linear sebesar 4,83%. Nilai ini dianggap tidak berbeda secara signifikan terhadap nilai 5% yang umum digunakan dalam analisis linear untuk level kerusakan maksimum. Pada rentang level kerusakan tersebut juga tidak ditemukan korelasi jelas antara nilai rasio redaman viskus ekivalen dengan variasi respons struktur berupa kinerja, simpangan, ataupun rasio beban per kapasitas. Analisis sensitivitas respons nonlinear gedung tinjauan terhadap pemodelan rasio redaman viskus sebesar 2,5% dan 5% memberikan hasil bahwa respons struktur berupa kinerja merupakan respons yang paling sensitif (sensitivitas sebesar -0,057 rasio CP per 1% redaman viskus) dibandingkan respons simpangan antar lantai (-0,082% rasio simpangan per 1% redaman viskus) dan respons rasio beban per kapasitas (-0,014 rasio beban/kapasitas per 1% redaman viskus). Analisis nonlinear tanpa redaman viskus sebesar juga disajikan untuk keperluan interpolasi data apabila dibutuhkan sensitivitas untuk redaman viskus yang lebih rendah dari 2,5%.