digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Aulia Rahman
PUBLIC Open In Flip Book Irwan Sofiyan

Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) memiliki total panjang 2.774 km yang terdiri dari 17 ruas utama dan 7 ruas pendukung. Salah satu ruas utama JTTS, yaitu Ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang (TBPP) menghubungkan Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan sepanjang 112,2 km. Jalan Tol TBPP telah beroperasi sejak akhir Tahun 2019. Namun, setelah 3 tahun beroperasi jalan tol ini mengalami kerusakan struktural di beberapa segmen. Beberapa indikasi penyebab kerusakan adalah kurangnya pengendalian air disekitar badan jalan dan tingginya volume lalu lintas kendaraan berat yang terindikasi Over Dimension Over Load (ODOL). Dalam proses perbaikan perkerasan, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) menggunakan metode Non-Destructive Test (NDT) dengan memanfaatkan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) untuk mendapatkan nilai lendutan. Metode ini merupakan opsi terbaik dalam melakukan investigasi kondisi struktural lapis perkerasan karena jalan tol tetap harus dioperasikan. Pada penelitian ini, evaluasi struktural dilakukan dengan memprediksi sisa umur layan atau Remaining Service Life (RSL) menggunakan metode AASTHO 1993 dan Pedoman Bina Marga 2021 (No. 07/P/BM/2021). Selain itu, evaluasi struktural juga dilakukan dengan menganalisis kondisi sistem lapis perkerasan menggunakan metode deflection bowl Emile Horak memanfaatkan nilai lendutan FWD. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai RSL dari beberapa metode dan mencari hubungan antara nilai RSL dengan kondisi sistem lapis perkerasan agar dapat menentukan jenis pemeliharaan jalan kedepannya sehingga umur layan perkerasan dapat berjalan optimal. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan didapatkan bahwa prediksi RSL menggunakan metode AASHTO 1993 menghasilkan nilai yang lebih optimis (lebih tinggi) dibandingkan analisis menggunakan Pedoman Bina Marga 2021. Hal ini disebabkan analisis RSL pada Pedoman Bina Marga hanya menggunakan nilai lendutan maksimum, beban lalu lintas eksisting, dan pertumbuhan lalu lintas. Tidak seperti metode AASTHO 1993 yang juga memperhitungkan kondisi tanah dasar, pengkoreksian lendutan maksimum terhadap pengaruh temperatur, dan tebal struktur perkerasan. Hasil analisis juga menunjukkan jika kendaraan ODOL tidak dapat dikendalikan dengan baik, nilai RSL perkerasan dapat berkurang 40%-50% (AASHTO 1993) dan 15%-50% (Pedoman Bina Marga 2021) jika dibandingkan beban lalu lintas normal. Selain itu, didapatkan suatu hubungan antara hasil analisis kondisi sistem lapis perkerasan menggunakan metode deflection bowl Emile Horak yang bersifat kualitatif dan nilai RSL yang bersifat kuantitatif. Jika hasil analisis metode deflection bowl didominasi buruk, maka nilai RSL pun akan semakin rendah, baik untuk metode AASHTO 1993 maupun Pedoman Bina Marga 2021. Sebaliknya, jika hasil analisis metode deflection bowl didominasi baik, maka nilai RSL juga akan semakin tinggi. Hubungan ini dapat memberikan gambaran kondisi eksisting perkerasan dengan pendekatan teoritis tanpa perlu melakukan survei primer.