Daerah Indonesia, khususnya Sulawesi Tenggara, memiliki potensi yang signifikan
untuk energi terbarukan, terutama biomassa dan surya. Biomasa merupakan bahan
bakar dari pembangkit listrik tenaga biomasa (PLTBm) yang berasal dari konversi
bahan biologis, memiliki potensi yang tinggi di Sulawesi Tenggara, terutama dari
residu seperti kelapa sawit dan kelapa. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
mengubah energi surya menjadi energi listrik. Sebagai sumber energi terbarukan,
biomassa dan energi surya menawarkan alternatif untuk pembangkit listrik,
berpotensi meningkatkan pasokan listrik, terutama untuk sistem listrik Baubau
terisolasi. Studi ini menggunakan metode rekursif keandalan untuk menghitung
Loss of Load Probability (LOLP) dan Loss of Load Expectation (LOLE). Pada
tahun 2023, pemerintah direncanakan sudah membangun PLTMG Baubau 3x9,78
MW untuk memperbaiki keandalan. Dalam sistem listrik Bau-Bau, yang terdiri dari
14 pembangkit listrik dengan beban puncak 40,25 MW pada tahun 2022, LOLE
tercatat 1,02 hari/tahun. Dengan menambahkan PLTBm dengan kapasitas 1,34
MW, LOLE menurun menjadi 0,71 hari/tahun atau turun 30,39%. PLTS dibutuhkan
untuk meningkatkan LOLP pada beban puncak, yang masih tinggi di atas standar.
Berdasarkan simulasi Homer Pro, nilai optimal untuk PLTS sebesar 9.373 kW,
baterai sebesar 26.972 kWh, dan inverter sebesar 13.906 kW. Pada sistem PLTS,
Net Present Cost (NPC) sebesar $166 juta, dan Levelized Cost of Energy (LCOE)
sebesar $ 2,63 per kWh. Optimum PLTS berada di azimuth utara dan sudut 10°.