Wilayah pesisir merupakan daerah dengan tingkat kerentanan tertinggi terhadap bencana akibat interaksi laut dan darat. Kawasan Metropolitan Rebana merupakan salah satu mega proyek di wilayah pesisir utara pulau jawa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya di Jawa Barat untuk meningkatkan perekonomian, dimana pembangunan di kawasan ini semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan. Pembangunan megaproyek ini sangat rentan terdampak berbagai bencana terutama penurunan tanah, dimana fenomena ini telah terjadi dibeberapa kota besar seperti Jakarta dan Semarang. Akumulasi penurunan muka tanah terhadap luasan tutupan lahan dan penduduk yang terdampak akan diperhitungkan di 20 kecamatan sepanjang pesisir Metropolitan Rebana. Penurunan muka tanah diidentifikasi menggunakan citra Sentinel-1A dengan perekaman selama 5 tahun, sedangkan untuk wilayah dan penduduk terdampak menggunakan data penggunaan lahan dari Rupa Bumi Indonesia, untuk kependudukan menggunakan data Badan Pusat Statistik. Hasilnya penurunan muka tanah rata-rata di Rebana adalah 0.013 m/tahun sedangkan untuk kecamatan sekitar 0.001-0.041 cm/tahun. Kerentanan di pantura Jabar diperkirakan menggunakan metode CVI (Coastal Vulnerability Index).Hasilnya menunjukkan bahwa 76,1 km masuk kedalam kelas sangat rentan dari panjang total yaitu 200.35 km atau sekitar 44%. Dimana nilai kerentanan CVI tertinggi berada di Kecamatan Pasekan, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu dan Kecamatan Kadanghaur. Kecamatan Pusakanagara yang umunya memiliki tutupan lahan sawah dan pemukiman padat berada Kabupaten Subang dengan pembangunan 1 pelabuhan internasional yaitu pelabuhan Patimban. Wilayah terbangun dengan penurunan 0.04 m/tahun menjadi bahaya nyata sama seperti kota besar lain di pantura jawa. Dimana dikemudian hari dampak nyata seperti rob akan semakin cepat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Para pengambil keputusan hendakanya merencanakan pengelolaan lebih lanjut di wilayah-wilayah yang sangat rentan.