digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Serat alam adalah sumber bahan baku alternatif dalam industri tekstil dalam menunjang produksi ramah lingkungan. Salah satu serat alam yang berpotensi adalah serat rami (Boehmeria nivea). Proses biodegumming diperlukan terlebih dahulu sebelum serat Rami digunakan. Beberapa jamur dari genus Penicillium memiliki potensi meproduksi pektinase, dipilih sebagai agen biodegumming. Screening tahap awal dilakukan untuk mengkaji potensi pada jamur Penicillium melalui zona bening dan indeks aktivitas enzim oleh medium Pectinase Screening Agar Medium (PSAM). Penicillium terpilih digunakan sebagai biostarter pada proses biodegumming, dimana produksi pektinase dilakukan dengan metode Submerged fermentation untuk diaplikasikan dalam bentuk crude enzim. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja pektinase oleh Penicillium pada biodegumming, melakukan optimasi, dan meninjau kualitas serta potensi serat yang dihasilkan. Kinerja proses biodegumming diuji dari aktivitas pektinase, weight loss, dan residual pektin. Faktor yang dioptimasi selama proses biodegumming adalah pH, suhu, dan waktu degumming. Optimasi dilakukan menggunakan Response Surface Methodology (RSM) dengan design Box-Bhenken menggunakan aplikasi Minitab. Sebelum proses optimasi, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk menentukan rentang titik optimal. Parameter diuji meliputi aktivitas enzim, residual pektin, dan weight loss. Faktor yang divariasikan adalah pH (5, 6, 7, 8, 9), suhu (25, 35, 45, 55, 65 ºC), dan waktu degumming (12, 24, 36, 48, 60 jam). Kondisi optimal pada Penicillium camemberti didapatkan pada pH 6, suhu 45ºC, dan waktu 57 jam, sementara pada Penicillium helicum berada pada pH 6, suhu 57ºC, dan waktu 59 jam. Serat hasil optimasi biodegumming dikuantifikasi komponen kimia yaitu kadar alfa selulosa, lignin, residual hemiselulosa, dan residual pektin. Pada perlakuan Penicillium camemberti, didapatkan aktivitas enzim 1,40 U/mL, residual pektin 5,3% (w/w), residual hemiselulosa 10% (w/w), kadar alfa selulosa 92% (w/w), dan kadar lignin 27% (w/w). Sementara uji Penicillium helicum didapatkan aktivitas enzim 1,41 U/mL, residual pektin 6,0 (w/w), residual hemiselulosa 11% (w/w), kadar alfa selulosa 94% (w/w), dan kadar lignin 30% (w/w). Komponen kimia pada serat yang telah melalui proses optimasi kemudian dibandingkan dengan dua metode lainnya, yaitu metode konvensional dan kimia, dengan kontrol berupa serat tanpa perlakuan. Analisis statistik menggunakan One-way ANOVA-tukey pairwise dengan nilai ? = 0,05 menggunakan aplikasi JASP. Hasil perbandingan menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada residual pektin, residual hemiselulosa, dan kadar lignin material serat hasil biodegumming terhadap kontrol dan dua metode lainnya. Tiap serat hasil perlakuan dianalisis morfologi, serta tensile property meliputi parameter uji kuat tarik maksimum, regangan, dan modulus elastisitas. Karakterisasi fisik menunjukkan biodegumming dapat mereduksi gum. Perlakuan agen Penicillium camemberti menunjukkan regangan 26.2%, kuat tarik maksimum 208 N/mm2, dan Modulus Young 9 MPa. Perlakuan agen Penicillium helicum menunjukkan regangan 23.3%, kuat tarik maksimum 259 N/ mm2, dan Modulus Young 11 MPa. Perlakuan biodegumming dapat mereduksi persentase pemakaian NaOH. Disimpulkan bahwa agen P.camemberit dan P.helicum berpotensi sebagai agen biodegumming melalui optimasi yang menghasilkan serat berkualitas.