digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT ABC adalah pemimpin pasar sepeda motor di Indonesia. Salah satu tujuan PT ABC diwujudkan dengan mengembangkan perusahaan yang berkelanjutan. PT ABC sangat mendukung kerangka aspirasi keberlanjutan grup DEF 2023, khususnya pilar pengurangan gas rumah kaca (GRK), dan memberikan kontribusi nyata dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Kontribusi Nasional yang Diniatkan (NDC) dari Pemerintah Indonesia. Untuk mendukung program ini melalui Program Keberlanjutan PT ABC, manajemen puncak PT ABC berinisiatif untuk menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 35% pada tahun 2030 dengan baseline emisi tahun 2019. Pertanyaan dari penelitian ini adalah bagaimana penulis dapat mengidentifikasi tingkat prioritas mesin mana saja yang harus diefisiensikan atau di-inovasi dan kegiatan efisiensi proses mesin dan inovasi apa yang sesuai dengan kondisi PT ABC saat ini. Secara konseptual, penelitian ini menggunakan metodologi DMAIC sebagai kerangka kerja. Metodologi ini dipilih karena penelitian ini akan banyak melibatkan kinerja operasional yang kemungkinan besar akan lebih optimal jika dilakukan breakdown analysis dengan menggunakan kaidah-kaidah metodologi DMAIC. Pada tahap Define, penulis menggunakan analisis matriks prioritas dengan melihat 5 aspek: Konsumsi Energi Listrik, Konsumsi Energi Gas, Konsumsi CO2, Jumlah Mesin, dan Biaya Operasional. Berdasarkan analisis matriks nilai tertinggi, prioritas tertinggi adalah proses pengecatan. Proses pengecatan dinilai mengkonsumsi sumber energi listrik paling tinggi, menghasilkan emisi CO2 paling banyak pada proses produksi PT ABC, memiliki jumlah mesin yang beroperasi paling banyak pada proses produksi PT ABC, dan biaya operasional mesin paling banyak yang dibutuhkan pada proses produksi PT ABC. . Proses Painting di PT ABC Plant Karawang terdiri dari 11 line yang terdiri dari proses loading, proses pretreatment, proses coating, proses oven, dan proses loading, pada tahap measure penulis mencatat konsumsi energi mesin baik dalam bentuk elektrik maupun LNG kemudian dihitung dan dikonversi ke emisi CO2 dengan satuan ton. Penulis juga menggunakan analisis LCC untuk mengetahui kondisi as is, maka perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam terkait efisiensi biaya operasional pada mesin pretreatment terutama yang berdampak pada penurunan emisi CO2, sehingga dapat diperoleh optimasi biaya operasional mesin pretreatment yang berdampak pada optimalisasi kinerja operasional. Pada tahap Analysis, penulis menggunakan diagram pareto dan fish bone untuk mengetahui akar permasalahan utama. Dari analisis tersebut, diketahui bahwa metode, material, dan mesin pada proses degreasing dan fosfat pada pretreatment harus diperbaiki untuk mengurangi emisi CO2 pada proses pretreatment. Pada tahap improve, perbaikan proses akan dilakukan pada proses painting line 1 sebagai pilot project. Untuk melakukan improvement ini, dilakukan beberapa tahapan. Tahapan yang dilakukan oleh Tim ABC terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap studi, Tahapan Laboratorium dan Quality Check, Trial Line Proces Pretreatment Painting, Trial Line Proces Pretreatment Painting, Production Qualty Part Approval, Massproduction. Dengan adanya improvement tersebut, maka diperoleh dampak langsung dan tidak langsung dengan hasil sebagai berikut. Penurunan konsumsi energi process pretreatment plant karawang dari kondisi sebelum (tahun 2019) ke kondisi sesudah (tahun 2023) sebesar 134.860 kWh/bulan (17%) dengan pilot project process pretreatment line 1. Penurunan konsumsi LNG kilang proses pre-treatment karawang dari kondisi sebelumnya (tahun 2019) ke kondisi setelahnya (tahun 2023) sebesar 24.545 m3 /bulan (27%) dengan pilot project proses pre-treatment line 1. Dengan berkurangnya energi listrik dan LNG, maka emisi CO2 juga berkurang sebesar 168 ton CO2/bulan (19%) dengan adanya pilot project proses pre-treatment line 1. Dan berkontribusi menurunkan 4% dari taerget secara besaran Perusahaan. Dari data sebelum dan sesudah perbaikan LCC di atas, perbaikan ini memberikan pengaruh yang baik terhadap pergerakan LCC. Hal ini sangat terlihat pada grafik trend LCC pada tahun 2023. Sebelum dilakukan perbaikan didapatkan nilai LCC sebesar Rp 166.957.034.894,- selama umur ekonomis mesin 8 tahun. Namun, setelah dilakukan perbaikan pada umur ekonomis mesin selama 8 tahun didapatkan nilai LCC sebesar Rp 159.168.257.456. Untuk tahap pengendalian, penulis membuat sistem yang dapat menjadi kerangka kerja bagi PT ABC untuk melakukan kegiatan selanjutnya terkait dengan pengurangan emisi CO2 yang dihasilkan oleh mesin. Terlebih lagi target yang diberikan oleh manajemen PT ABC cukup menantang, sehingga hasil dari penelitian dan pembuatan framework ini dapat membantu PT ABC untuk mencapai target yang telah dicanangkan.