digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB 1 Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Gamal Ahsan Amal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Coalite adalah batubara terkarbonisasi yang umum dimanfaatkan sebagai bahan bakar smokelessfuel. Seiring dengan perkembangan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai hilirisasi batubara, upaya peningkatan nilai tambah batubara adalah pemanfaatan batubara terkarbonisasi coalite. Coalite adalah residu padatan dari batubara sub-bituminus yang dikarbonisasi pada temperatur 700°C pada plant karbonisasi batubara milik PTBA yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Di sisi lain, perlu dilakukan upaya mitigasi emisi gas rumah kaca, khususnya gas CO2. Dalam konteks Indonesia, PLTU Batubara berkontribusi besar dalam emisi gas CO2. Salah satu upaya untuk menangkap gas CO2 adalah dengan teknologi Carbon Capture Storage, dengan menggunakan karbon aktif. Adsorben seperti karbon aktif mampu mengadsorpsi gas CO2 dari gas buang PLTU secara efektif tanpa efek korosi seperti adsorben kimia lainnya. Pada percobaan ini, coalite disebut sebagai sampel RAW. Sampel RAW diayak untuk mendapatkan fraksi ukuran -18# +35#. Dua jenis reagen H3PO4 3M dan KOH 17,8M digunakan untuk aktivasi coalite dengan metode impregnasi selama 24 jam. Setelah itu, hasil filtrasi dari sampel terimpregnasi dipanaskan pada temperatur 300°C, 400°C, 500°C, atau 600°C pada kondisi atmosfer dengan laju pemanasan 25°C/menit dan waktu tahan 3 jam. Produk hasil aktivasi lalu dicuci dengan air demineral pada temperatur 90°C pada putaran 750rpm selama 2 menit untuk setiap interval pencucian hingga mencapai pH netral. Untuk karbon yang diaktivasi dengan KOH 17,8M sampel disebut sebagai CK-300, CK- 400, CK-500, dan CK-600. Sedangkan sampel yang diaktivasi dengan H3PO4 3M disebut sebagai CH-300, CH-400, CH-500, dan CH-600. Sampel CK dan sampel CH diberi kode angka sesuai temperatur pemanasan. Kedelapan karbon aktif tersebut lalu dialirkan gas N2 dan CO2 (15%:85% V/V) untuk diuji adsorpsi flue gas. Uji luas permukaan dengan Brunauer-Emmett-Teller (BET) dengan metode analisis distribusi pori Barrett-Joyner Halenda (BJH), analisis struktur dengan Fourier Ttransform Infrared Spectroscopy (FTIR), serta analisis ultimat dengan parameter tambahan analisis abu. Hasil aktivasi termal pada rentang temperatur 300°C hingga 600°C menunjukkan bahwa luas permukaan karbon aktif dengan kode sampel CK berbanding lurus dengan temperatur aktivasinya. Sampel-sampel CH menunjukkan tanda-tanda penyusutan pada temperatur 600°C berdasarkan pembentukan gugus fungsi P=O, P-O-C. Volume mikropori pada rentang ukuran 20Å -16,2Å untuk sampel yang diaktivasi dengan KOH 17,8M memiliki rerata sebesar 0,0348 cm3/gram sedangkan untuk sampel yang diaktivasi dengan H3PO4 3M menunjukkan rerata volume mikropori sebesar 0,0167 cm3/gram. Selektivitas adsorpsidesorpsi dari sampel yang diaktivasi dengan H3PO4 3M berada pada CO2/N2 = 71% sedangkan rerata yang diaktivasi dengan KOH 17,8M berada pada CO2/N2= 86%. Sampel CK-600 memiliki kapasitas adsorpsi CO2 0,45 mmol/gram sedangkan sampel CH-600 pada 0,382 mmol/gram. Berdasarkan nilai kapasitas, luas permukaan, dan selektivitas adsorpsi-desorpsi, aktivasi dengan KOH 17,8M lebih tepat untuk mentransformasi coalite agar menjadi adsorben flue gas PLTU dibandingkan dengan aktivasi termal menggunakan reagen H3PO4 3M.