digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pembangunan SPAM suatu kabupaten/kota bermanfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengusahakan biaya pelayanan penyediaan air minum langsung kepada masyarakat menjadi serendah-rendahnya. Sebagai mana yang di sebutkan pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3. Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa negara berkewajiban hadir untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara dalam kerangka pelayanan publik. Minimnya akses air minum yang sehat merupakan salah satu masalah yang paling mendesak di negara berkembang, salah satunya Indonesia, dimana hanya 44,94% pada tahun 2022 rumah tangga yang memiliki akses air minum. Tingginya tingkat kebocoran sebesar 32,75%; dan 6,8% rumah tangga yang menggunakan meter air. Semua indikator kinerja ini tidak sesuai dengan RPJMN 2015-2019 yaitu 100% layanan air minum, suplai air minum yang kontinu 24 jam dalam 7 hari minimal 110 liter/orang/hari, 100% meter air dan minimal kebocoran 25%. Mempertimbangkan kondisi tersebut dibutuhkan dana sebesar Rp. 123,5 triliun untuk pembangunan sektor air minum untuk tahun 2020- 2024 dengan komposisi Rp. 29,9 triliun dana dari KPBU. Dari permasalahan di atas maka adanya peluang private sector yang bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan SPAM agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun 2015. Untuk memperoleh data, dilakukan analisis kondisi wilayah studi dengan berbagai metode, diantaranya: observasi lapangan, studi literatur dan penyebaran kuesioner. Pada aspek teknis, dibuat dua skema pengembangan SPAM dengan parameter teknis yang memenuhi standar yang berlaku. Kedua skema pengembangan SPAM lalu dibandingkan dipilih skema terbaik dengan menggunakan metode Wighted Ranking Technique (WRT) dan didapatkan pengembangan SPAM skema 1 merupakan sistem dengan kelayakan teknis terbaik. Skema 1 memiliki sistem pengaliran dilakukan secara gravitasi dengan panjang jaringan pipa distribusi sepanjang 457.760 meter dengan total kebutuhan investasi (Capital Expenditure/Capex)dari mulai hulu sampai dengan hilir sebesar Rp. 906.552.803.000,-. Untuk mengetahui kebutuhan Masyarakat mengenai pasokan air minum dan kondisi ekonomi daerah penelitian maka dilakukannya Real Demand Survey (RDS) Dengan jumlah sampel 68 Responden untuk 9 kecamatan. Hasil RDS dengan 68 responden menunjukkan tingkat Willingness to Connect (WTC) 71%, nilai Ability to Pay (ATP) Rp. 156.176/bulan atau Rp. 9.891/m3 dan nilai Willingness to Pay (WTP) Rp. 131.000/bulan atau Rp. 8.296/m3 lebih besar tarif rata-rata Perumda. Secara finansial, sistem ini memerlukan Operational Expenditure (Opex) sebesar Rp. 794,-/m3 tahun pertama. Untuk aspek finansial, Sistem ini memerlukan Opex pada tahun pertama yaitu biaya retribusi air baku Rp. 155,-/m3, biaya listrik/energi Rp. 15,-/m3, biaya bahan kimia Rp. 255,-/m3, biaya pegawai Rp. 169,-/m3, dan biaya pemeliharaan Rp. 51,-/m3 dan biaya administrasi dan umum Rp. 129,-/m3 dengan eskalasi 4,71% per tahun sesuai dengan inflasi ratarata Indonesia 12 bulan terakhir. Dengan skema pengembangan SPAM ini, diperoleh harga air curah untuk bagian hulu pada tahun sebesar Rp. 1.744,-/m3 dan meningkat sebesar 28% setiap 4 tahun sesuai dengan kenaikan tarif Perumda pada tahun 2022 sebesar 28,41%. Sedangkan untuk di bagian hilir, Perumda memberikan tarif berlaku bulan Februari 2023 yaitu tarif rata-rata sebesar Rp. 6.699,-/m3. Proyek ini dinilai layak secara finansial dengan nilai NPV Hulu sebesar Rp. 181.822.909.854,- dan NPV Hilir sebesar Rp. 425.165.224.594; IRR hulu sebesar 14,41% dan IRR hilir sebesar 24,43%; rasio BCR hulu 3,4 dan BCR hilir 9,77; dan jangka waktu yang diperlukan hingga mencapai titik kembali modal adalah 15 tahun untuk bagian hulu dan hilir selama 7 tahun. Hasil analisa sensitivitas untuk hulu dan hilir menunjukkan bahwa sistem ini tetap layak untuk dilaksanakan dengan adanya risiko kenaikan nilai Capex 10%, penurunan pendapatan sebesar 10%, dan kenaikan nilai Capex 10% ditambah dengan penurunan pendapatan sebesar 10%. Dari hasil kajian ketiga aspek di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan SPAM Kabupaten Bandung Wilayah Timur dengan skema KPBU dinyatakan layak.