Pencemaran logam berat di udara dapat membahayakan kesehatan manusia. Logam
berat di udara sebagian besar berasal dari kegiatan antropogenik. Memantau
kandungan logam berat di udara merupakan tugas yang penting. Salah satu
alternatif untuk memantau logam berat di udara adalah dengan menggunakan lumut
sebagai bioindikator. Metode ini disebut sebagai biomonitoring. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan akumulasi pencemar logam berat di udara
berdasarkan perbedaan tata guna lahan dengan menggunakan Dicranum scoparium
dan Leptodictyum riparium. Tiga kecamatan yang dipilih untuk penelitian ini
adalah Kecamatan Margaasih, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Kecamatan Ciparay
yang merepresentasikan perbedaan tata guna lahan. Sampel lumut diletakkan di 5
lokasi di masing-masing kecamatan. Setelah melewati masa paparan selama 3
minggu dan 6 minggu, sampel diambil kembali untuk dianalisis kandungan sepuluh
logam berat (As, Cd, Cr, Cu, Fe, Hg, Mn, Ni, Pb, dan Zn) menggunakan metode
ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectroscopy). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa setiap kecamatan berbeda dari segi konsentrasi
logam berat yang terakumulasi di dalam sampel lumut. Analisis komponen utama
menunjukkan kelompok logam berat di setiap kecamatan merepresentasikan
sumber yang berbeda. Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa tidak hanya tata
guna lahan, tetapi faktor meteorologi seperti arah dan kecepatan angin serta
presipitasi juga berkemungkinan mempengaruhi akumulasi logam berat di dalam
lumut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lumut Dicranum scoparium dan
Leptodictyum riparium memiliki kemampuan yang berbeda dalam
mengakumulasikan logam berat tertentu dikarenakan perbedaan fitur biologisnya.