digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

BAB_1 Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

BAB_2 Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

BAB_3 Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

BAB_4 Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

BAB_5 Eka Ratna Pratiwi
PUBLIC sarnya

2024_TS_PP_EKA_RATNA_PRATIWI_DAFUS.pdf
EMBARGO  2027-01-12 

2024_TS_PP_EKA_RATNA_PRATIWI_LAMPIRAN.pdf
EMBARGO  2027-01-12 

Kabupaten Bandung sebagai salah satu wilayah lumbung pangan nasional dalam RPJMN Tahun 2020-2024, memiliki potensi pada bidang pertanian hampir di seluruh wilayahnya. Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Bandung melakukan upaya untuk melindungi lahan pertanian dengan menetapkan 31.046,74 ha Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019. Namun upaya Pemerintah Kabupaten Bandung dalam melindungi potensi lahan pertanian, masih menghadapi berbagai kendala. Kebijakan Daerah yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, tidak menjamin adanya perlindungan yang diharapkan. Bahkan dengan adanya intervensi dari Kementerian ATR/BPN melalui penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi pun, perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pengan tersebut belum dapat maksimal dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode a single case study qualitative approach untuk menjabarkan data sekunder berupa regulasi terkait perlindungan lahan pertanian, dokumen perencanaan dan tata ruang, serta studi literatur yang dikumpulkan. Metode ini dipilih agar peneliti dapat memahami konteks yang menjelaskan secara spesifik bagaimana dinamika proses kebijakan dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada lokasi studi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rekonstruksi Teori Kebijakan, Analisis Stakeholder, dan Identifikasi Konflik. Melalui ketiga metode analisis ini, akan dijabarkan narasi/diskursus kebijakan yang mempengaruhi proses kebijakan, peran para pemangku kepentingan dalam memberikan pengaruh pada proses kebijakan, serta identifikasi sumber perbedaan yang paling sering menyebabkan konflik. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa kebijakan di Kabupaten Bandung dipandang masih belum memposisikan pertanian sebagai program prioritas pembangunan. Dokumen perencanaan dan dokumen tata ruang yang ada belum sepenuhnya sejalan dan terintegrasi, ditambah dengan perbedaan pengaruh antara kedua dokumen tersebut, sehingga walaupun lahan sawah telah diakomodir dalam dokumen perencanaan, ataupun telah dimuat dalam Peraturan Daerah tersendiri, namun apabila belum terakomodir dalam dokumen Tata Ruang, maka LP2B masih belum dapat dilindungi. Selain itu, berdasarkan hasil analisis stakeholder terhadap 4 (empat) pemangku kepentingan yang terlibat langsung dalam penyusunan kebijakan perlindungan LP2B, yakni DPRD, Dinas Pertanian, BAPPELITBANGDA, dan Dinas PUTR, didapat temuan bahwa aktor-aktor yang berperan penting dalam upaya perlindungan LP2B, memiliki pengaruh yang rendah dan terbatas dalam ranah kebijakan tata ruang, sehingga kebijakan LP2B sulit masuk dalam ranah tata ruang. Dinamika ini bukan semata kesalahan di tingkat Daerah, melainkan juga ada peran yang cukup berpengaruh dari berbagai kebijakan di tingkat Pusat. Pemerintah Pusat yang seharusnya memberikan aturan hukum yang jelas bagi pelaksanaan bagi pelaksanaan LP2B di Daerah, dipandang gagal, hal ini dapat terlihat dari ketidak-konsistenan dalam penentuan data dasar penetapan LP2B di beberapa peraturan yang dikeluarkan. Selain itu, permasalahan persyaratan untuk pemberian insentif pun tidak bisa diimplementasikan di Daerah. Persyaratan luas lahan minimal 25 hektar dalam satu hamparan, sangat mustahil dimiliki, mengingat target dari pemberian insentif ini adalah kepada para petani. Kebijakan lain yang mempengaruhi LP2B adalah hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan perizinan guna meningkatkan investasi di Indonesia. Undang-Undang tersebut menghapus pengaturan mengenai perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan kerja sama penatataan ruang kawasan perdesaan yang sebelumnya dalam Undang-Undang Penataan Ruang diperuntukan sebagai pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan. Hasil temuan pada penelitian ini dapat menjadi sarana bagi para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi narasi kebijakan yang mempengaruhi, pemangku kepentingan yang mengintervensi, serta identifikasi konflik dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penelitian ini dapat menjadi salah satu studi yang memperkaya kajian mengenai kebijakan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan juga berbagai kebijakan. Kesimpulan dan rekomendasi pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan atau perbandingan terhadap penelitian serupa di lokus wilayah lain dengan karakteristik potensi pertanian.