Perubahan iklim mendorong negara-negara maupun sektor swasta untuk mengurangi emisinya. Investor menjadi sadar akan isu keberlanjutan dan lebih memprioritaskan perusahaan dengan praktik ESG yang baik. Beradaptasi dengan kondisi tersebut, perusahaan tambang batu bara di Indonesia berupaya meningkatkan kinerja ESG, salah satunya PT Indika Energi Tbk (INDY). Sebagai salah satu perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, INDY telah melakukan inisiatif keberlanjutan dan menjadikannya salah satu perusahaan dengan skor ESG terbaik di kelasnya. Namun, kinerja ESG Indika Energy yang baik tidak diikuti oleh kinerja sahamnya yang baik. Fenomena ini mendorong penulis untuk menganalisa dampak valuasi perusahaan akibat dari transisi bisnis rendah karbon dan Net Zero Emission (NZE).
Valuasi didasarkan pada metode Discounted Cash Flow (DCF), memproyeksikan laporan keuangan 10 tahun mendatang dengan mempertimbangkan kinerja dan strategi perusahaan. Evaluasi dilakukan dengan empat skenario berdasarkan komposisi pendapatan batubara dan non-batubara pada tahun 2032. Penulis juga menghitung penilaian relatif untuk melengkapi metode penilaian. Berdasarkan metode DCF, nilai intrinsik INDY yang tertinggi adalah Rp 2,978 pada scenario 2 (skenario NZE atau komposisi pendapatan non-batubara 40%) per saham. Harga ini diatas scenario 1 (skenario BAU atau komposisi pendapatan non-batubara 30%) yakni Rp 2,931. Selain itu, harga pasar saham per akhir September-23 adalah 2,200, yang menandakan saham ini undervalued. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, disarankan bagi investor untuk membeli saham INDY pada harga saat ini. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi diversifikasi suatu perusahaan sampai titik tertentu dapat meningkatkan nilai sahamnya. Hasil ini mungkin disebabkan oleh dukungan lembaga keuangan terhadap praktik bisnis berkelanjutan.. Untuk meningkatkan nilai, perusahaan direkomendasikan untuk melanjutkan inisiatif ESG, mengoptimalkan struktur modal, dan menilai pengembalian proyek secara keseluruhan.