BAB 1 Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Muhammad Al-Ghifari Taufan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Batubara masih menjadi sumber energi yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Namun, sebagian besar cadangan batubara tersisa merupakan batubara low rank
coal (LRC) yang memiliki nilai jual yang rendah. Oleh karenanya, perlu dilakukan
proses peningkatan kualitas batubara LRC tersebut untuk mengoptimalkan nilai dan
penggunaannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pirolisis
(pemanasan pada kondisi inert) yang menghasilkan tiga produk yakni arang (char)
dengan kalori yang lebih tinggi, tar, dan gas. Namun, banyaknya tar fraksi berat
yang berbahaya dihasilkan menjadi kelemahan proses ini. Untuk mengurangi
kandungan tar fraksi berat, penambahan zat aditif ke dalam batubara dilakukan agar
terjadi perengkahan tar selama pirolisis. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh
dari penambahan red mud, sisa hasil pengolahan bijih bauksit, serta besi oksida
(sebagai pembanding), ke dalam pirolisis batubara terhadap karakteristik serta
komposisi dari produk hasil pirolisis (char, tar, dan gas).
Dua jenis batubara, LRC dan bituminus (sebagai pembanding) digunakan pada
penelitian ini. Percobaan dimulai dengan preparasi berupa kominusi pada batubara
hingga -60 mesh serta pada red mud dan besi oksida hingga -35 +60 mesh. Red mud
dan besi oksida lalu diaktivasi menggunakan HCl dan amonia pada 60? selama
total 5 jam serta kalsinasi pada 600? selama 5 jam. Kedua batubara tanpa ataupun
dengan penambahan 5% red mud/besi oksida yang telah teraktivasi kemudian dipirolisis
di dalam vertical tube furnace dengan laju pemanasan 20 ?/min,
temperatur pirolisis 600 ?, dan ditahan selama 45 menit. Setelah itu, char, tar, dan
gas yang dihasilkan dianalisis. Char dianalisis menggunakan fourier-transform
infrared spectroscopy (FTIR), analisis proksimat, dan analisis ultimat. Sedangkan
tar dan gas dianalisis dengan gas chromatography –mass spectrometry (GC-MS)
dan gas chromatography (GC) secara berurutan.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa proses aktivasi red mud dapat meningkatkan
kandungan Fe2O3 dalam red mud dari 36,8% menjadi 46,4% dan menurunkan silika
reaktif. Pirolisis LRC tanpa penambahan red mud/besi oksida menghasilkan tar dan
gas yang lebih banyak serta char yang lebih sedikit dibandingkan pirolisis batubara
bituminus tanpa penambahan red mud/besi oksida. Penambahan red mud atau besi
oksida pada pirolisis batubara juga mengubah puncak gugus fungsi O-H, C=C, dan
C-O pada char. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan zat aditif berbasis
besi ini menyebabkan perengkahan tar yang ditandai dengan menurunnya fraksi
berat hasil pirolisis LRC dan batubara bituminus masing-masing sebesar 1,10% dan
1,93% (red mud), serta 4,73% dan 3,62% (besi oksida). Hal ini juga didukung
dengan meningkatnya komposisi senyawa monoaromatik dan alifatik, sedangkan
komposisi senyawa fenol, heteroatom, serta poliaromatik berkurang. Komposisi
dari gas H2, CH4, CO2, dan CO, yang merupakan produk gas hasil perengkahan juga
mengalami peningkatan dengan penambahan red mud atau besi oksida.