digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Naya Nur Angga Rahayu_1.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Lili Sawaludin Mulyadi

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan air. Pertumbuhan penduduk meningkatkan jumlah permintaan air. Sumber air yang paling banyak digunakan adalah air tanah. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan permintaan air, salah satunya dari sektor kegiatan usaha. Kabupaten Sleman mengalami pertumbuhan yang pesat, sehingga kepadatan populasi meningkat, diikuti dengan alih fungsi lahan. Hal tersebut dapat mengganggu keberlanjutan ketersediaan air tanah, sebab Kabupaten Sleman merupakah bagian hulu Cekungan Air Tanah Yogyakarta-Sleman. Wilayah Kabupaten Sleman melingkupi area imbuhan, transisi dan pelepasan. Perubahan fungsi lahan pada area transisi dan peningkatan populasi terjadi, maka terdapat resiko penurunan tinggi muka air tanah (MAT) piezometrik. Beberapa daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengalami penurunan ketinggian MAT sebesar 0-9 m. Pemodelan menjadi sangat penting sebagai langkah awal untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah. Metode yang digunakan adalah Artificial Neural Network. Memodelkan tinggi MAT piezometrik membutuhkan variabel-variabel berpengaruh. Terdapat lima variabel yang mempengaruhi tinggi MAT piezometrik yaitu curah hujan, suhu, debit discharge yang diambil oleh pelaku usaha, konduktivitas hidrolik, dan transmisivitas. Lima variabel tersebut berperan sebagai variabel input dalam pemodelan, sementara tinggi MAT piezometrik sebagai variabel output. Variabel yang memiliki tingkat pengaruh dari yang terbesar hingga terkecil adalah discharge dengan nilai korelasi 0,47; transmisivitas 0,16; curah hujan -0,15; konduktivitas hidrolik 0,08; dan suhu -0,03. Korelasi antara variabel secara keseluruhan lemah. Namun, variabel discharge lebih dominan dalam mempengaruhi MAT piezometrik. Oleh sebab itu tren tinggi MAT piezometrik dilihat berdasarkan perubahan discharge. Kabupaten Sleman dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu sejak 2018-2022 debit air tanah yang diambil mengalami penurunan, sehingga tinggi MAT piezometrik semakin dangkal. Metode Artificial Neural Network memiliki kemampuan untuk melakukan pemodelan tinggi MAT piezometrik dalam kasus penelitian ini. Keakurasian model dengan kondisi sebenarnya dinilai dari nilai R2 dan RMSE, pada tahapan training didapati nilai R2 sebesar 0,84 dan RMSE sebesar 0,15. Selanjutnya untuk memberikan keyakinan pada kebenaran model tersebut, maka diperlukan validasi. Tahapan testing digunakan sebagai validasi. Nilai R 2 sebesar 0,92 dan RMSE sebesar 0,07 pada proses testing. Hasil validasi menunjukkan model telah dikatakan baik dan cukup akurat. Nilai-nilai bobot ideal yang telah diperoleh secara komputasi digunakan untuk melakukan prediksi ketinggian MAT piezometrik masa mendatang. Prediksi dibuat berdasarkan beragam skenario untuk mengetahui ketinggian MAT piezometrik pada saat keadaan lingkungan yang berbeda-beda. Penelitian ini membuat tiga skenario, skenario pertama menggambarkan musim kemarau, skenario kedua menggambarkan musim penghujan, dan skenario ketiga untuk mengetahui tinggi MAT piezometrik di Kabupaten Sleman secara keseluruhan. Curah hujan pada skenario pertama yaitu 0 mm, 20 mm, dan 50 mm dengan deskripsi berawan, hujan ringan dan hujan sedang, serta suhu 30°C. Asumsi kenaikan discharge saat kemarau sebesar 9%. Skenario musim penghujan didesain dengan kondisi curah hujan lebat (100 mm), sangat lebat (150 mm), dan ekstrim (300 mm) dengan suhu udara 26°C. Asumsi kenaikan discharge sebesar 4%. Skenario pertama dan kedua dibuat untuk melihat perubahan tinggi MAT piezometrik di masing-masing kecamatan. Skenario ketiga untuk penggambaran Kabupaten Sleman dibuat dengan kondisi rata-rata, yaitu curah hujan 200 mm, suhu 26°C, konduktivitas hidrolik 0,000340544 m/detik dan transmisivitas 270,263 m2 /hari. Hasil prediksi untuk skenario pertama dan kedua menunjukkan terdapat perubahan tinggi MAT piezometrik yang signifikan dan tidak signifikan. Kecamatan Ngaglik mengalami perubahan yang signifikan saat musim kemarau dan penghujan. Rata-rata penurunan tinggi MAT piezometrik saat kemarau adalah 10,7 m, sedangkan saat penghujan sebesar 5 m. Perubahan tinggi MAT piezometrik yang tidak signifikan terjadi di Kecamatan Tempel, pada musim penghujan penurunan MAT piezometrik sebesar 0,1 m; dan saat musim kemarau sebesar 0,17 m. Kecilnya signifikansi penurunan MAT piezometrik dikarenakan debit discharge di Kecamatan Tempel relatif kecil dibandingkan kecamatan yang lain. Penurunan tinggi MAT piezometrik di Kabupaten Sleman berkisar antara 18% hingga 58%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa perubahan tinggi MAT piezometrik pada akuifer tertekan tergolong aman hingga rawan