Food insecurity dan food crisis menjadi permasalahan global saat ini, salah satunya pada Kota Bandung yang merupakan kota terpadat ke-2 di Indonesia. Faktor pemicu food insecurity pada kota Bandung di antaranya yaitu populasi meningkat yang mengakibatkan keterbatasan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, perubahan iklim ekstrem, menurunnya jumlah petani, 96% bahan pangan dipasok dari luar kota dan sistem distribusi jauh yang dapat memperburuk kualitas bahan pangan dimana menimbulkan dampak pada kesehatan manusia seperti terjadinya stunting dan juga berdampak lingkungan yang buruk akibat sampah organik. Dalam hal ini, untuk memperoleh bahan pangan masyarakat Kota Bandung menggunakan fasilitas kota yang didirikan pemerintah Kota Bandung yaitu Pasar Rakyat.
Menanggapi isu tersebut, penulis mengajukan perancangan pasar rakyat di Pasar Gedebage yang memiliki masalah rawan terhadap food insecurity di lahan sebesar 12,5 Ha dengan pendekatan urban farming dimana usaha pertanian yang memanfaatkan lahan-lahan disekitar masyarakat. Untuk implementasi pendekatan urban farming ke dalam Pasar Gedebage, dibutuhkan metode perancangan juxtaposisi yang akan menempatkan, berdampingan, atau menyambungkan urban farming dan pasar rakyat agar menciptakan penggabungan kontras dengan tujuan memberikan kekuatan serta nilai yang positif dalam menstimulasi pasar menjadi pola dan kebiasaan baru dalam menciptakan self food system dalam Kota Bandung. Melalui metode juxtaposisi dengan pendekatan urban farming dapat menghasilkan perancangan pasar rakyat yang menunjukkan prinsip transprogramming: Sustainable farm to table, dynamics: design for grow, design in adaptive climate dan develop a system network, disorder: provide for the connection of people with nature dan transparency: connectivity between the human and urban farming system pada bangunan Pasar Gedebage.