Penelitian rasa tidak aman di ruang publik banyak dilakukan dengan melihat
pengaruh desain/komponen, pengelolaan dan pengawasan di internal di ruang
publik. Hasil penelitian rasa tidak aman di ruang publik menunjukkan hasil yang
berbeda dan menunjukkan adanya dugaan faktor-faktor di luar ruang publik
(konfigurasi ruang) yang berkontribusi pada terbentuknya rasa tidak aman.
Seberapa jauh faktor-faktor di luar ruang publik memengaruhi rasa tidak aman
masih bersifat indikatif untuk menjelaskan hasil yang tidak konsisten terkait faktor
internal ruang publik yang memengaruhi rasa tidak aman. Penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplorasi dan menjelaskan pengaruh konfigurasi ruang dalam
membentuk rasa tidak aman di ruang publik. Penelitian ini bersifat ekploratif
dengan pendekakatan deduktif dan metode kuantitatif. Analisis statistik korelasi
digunakan untuk melihat relasi dimensi rasa tidak aman dengan variabel
konfigurasi guna lahan; analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan
untuk mengkonfirmasi pengaruh variabel internal individu terhadap hubungan
konfigurasi guna lahan dengan rasa tidak aman; dan analisis spasial untuk melihat
pengaruh variabel komposit konfigurasi guna lahan terhadap dimensi rasa tidak
aman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis korelasi tidak ada
hubungan antara variabel konfigurasi ruang dengan rasa tidak aman. Dari analisis
SEM menunjukkan bahwa mediasi jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, umur,
jumlah anggota keluarga, dan beda diri tidak mampu memediasi sehingga variabel
konfigurasi tidak berpengaruh secara langsung dalam mempengaruhi rasa tidak
aman. Dari analisis spasial menunjukkan bahwa karakteristik konfigurasi ruang
yang ditemukan mayoritas berbeda dengan hipotesis yang muncul. Temuan studi
ini mematahkan pendapat dari Ceccato, (2020) dan Kamalipour et al., (2014) yang
menyatakan ada indikasi bahwa variabel eksternal di luar ruang publik
mempengaruhi rasa tidak aman. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel
sosio demografi (mediasi) tidak mampu memediasi hubungan variabel konfigurasi
ruang dengan rasa tidak aman. Argumen ini membantah teori dari Soomeren
(1996), Gans (1982) dan Hunter (1975) bahwa variabel sosio demografi
mempengaruhi rasa tidak aman di ruang publik. Penelitian ini juga
mengindikasikan bahwa teori dari Jacobs, (1961) bahwa variabel internal masih
relevan untuk mengurangi rasa tidak aman di ruang publik. Terdapat indikasi
adanya kebijakan dari kota Surabaya sebagai faktor di luar ruang publik.