digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian rasa tidak aman di ruang publik banyak dilakukan dengan melihat pengaruh desain/komponen, pengelolaan dan pengawasan di internal di ruang publik. Hasil penelitian rasa tidak aman di ruang publik menunjukkan hasil yang berbeda dan menunjukkan adanya dugaan faktor-faktor di luar ruang publik (konfigurasi ruang) yang berkontribusi pada terbentuknya rasa tidak aman. Seberapa jauh faktor-faktor di luar ruang publik memengaruhi rasa tidak aman masih bersifat indikatif untuk menjelaskan hasil yang tidak konsisten terkait faktor internal ruang publik yang memengaruhi rasa tidak aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan pengaruh konfigurasi ruang dalam membentuk rasa tidak aman di ruang publik. Penelitian ini bersifat ekploratif dengan pendekakatan deduktif dan metode kuantitatif. Analisis statistik korelasi digunakan untuk melihat relasi dimensi rasa tidak aman dengan variabel konfigurasi guna lahan; analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk mengkonfirmasi pengaruh variabel internal individu terhadap hubungan konfigurasi guna lahan dengan rasa tidak aman; dan analisis spasial untuk melihat pengaruh variabel komposit konfigurasi guna lahan terhadap dimensi rasa tidak aman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis korelasi tidak ada hubungan antara variabel konfigurasi ruang dengan rasa tidak aman. Dari analisis SEM menunjukkan bahwa mediasi jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, umur, jumlah anggota keluarga, dan beda diri tidak mampu memediasi sehingga variabel konfigurasi tidak berpengaruh secara langsung dalam mempengaruhi rasa tidak aman. Dari analisis spasial menunjukkan bahwa karakteristik konfigurasi ruang yang ditemukan mayoritas berbeda dengan hipotesis yang muncul. Temuan studi ini mematahkan pendapat dari Ceccato, (2020) dan Kamalipour et al., (2014) yang menyatakan ada indikasi bahwa variabel eksternal di luar ruang publik mempengaruhi rasa tidak aman. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel sosio demografi (mediasi) tidak mampu memediasi hubungan variabel konfigurasi ruang dengan rasa tidak aman. Argumen ini membantah teori dari Soomeren (1996), Gans (1982) dan Hunter (1975) bahwa variabel sosio demografi mempengaruhi rasa tidak aman di ruang publik. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa teori dari Jacobs, (1961) bahwa variabel internal masih relevan untuk mengurangi rasa tidak aman di ruang publik. Terdapat indikasi adanya kebijakan dari kota Surabaya sebagai faktor di luar ruang publik.